Jakarta – Film KKN di Desa Penari diketahui telah masuk dalam kategori sebagai film horor terlaris di Indonesia ini. Film ini sendiri telah ditonton lebih dari 6 juta orang sejak pertama kalinya ditayangkan pada Sabtu (30/05/2022).
Film yang masih hangat diperbincangkan ini menggunakan setting di sebuah rumah tua dengan desain tradisional khas Jawa. Ternyata, rumah lokasi syuting film KKN di Desa Penari yang kini dijual dengan harga Rp60 juta menyimpan cerita mistis.
Suatu kejadian horor pernah dialami oleh warga yang tinggal di sekitar rumah tersebut. Awalnya, seorang warga sedang berkeliling untuk menagih sumbangan zakat mal ke rumah tersebut. Saat menyampaikan salam, warga tersebut mendengar jawaban dari dalam rumah.
Namun, setelah ditunggu lama, penghuni rumah tak kunjung keluar juga. Akhirnya, warga tersebut memutuskan untuk kembali berkeliling sembari menunggu penghuni rumah keluar. Saat di perjalanan, ia bertemu dengan cucu pemilik rumah.
Sang cucu menyampaikan bahwa rumah tersebut telah kosong dan tidak dihuni. Hal ini tentu membuat bulu kuduk berdiri.
Diketahui bahwa semenjak dijadikan sebagai lokasi syuting film KKN di Desa Penari, rumah tua dengan desain tradisional khas Jawa tersebut tidak lagi dihuni oleh pemilik aslinya yang bernama Mbah Ngadiyo.
Ternyata, tak lama setelahnya Mbah Ngadiyo dikabarkan meninggal dunia yang diketahui akibat faktor usia dan penyakit yang diidapnya sejak lama.
Cerita KKN di Desa Penari Versi Penjaga Rowo Bayu Banyuwangi
Seperti diketahui bahwa nama desa yang disebut-sebut menjadi lokasi mahasiswa yang melaksanakan KKN tersebut disamarkan, hal itu menjadi sebuah misteri hingga saat ini.
Nah, kemunculan film KKN di Desa Penari itu turut memunculkan nama sebuah tempat bernama Rowo Bayu Banyuwangi.
Ya, Rowo Bayu Banyuwangi mendadak ramai dibicarakan lantaran tempat tersebut diduga menjadi lokasi asli dari cerita horor terkenal KKN di Desa Penari.
Cerita KKN di Desa Penari pun membuat penasaran banyak orang, termasuk Menteri BUMN Erick Thohir.
Menteri BUMN Erick Thohir bahkan membagikan sebuah video di Instagramnya yang menayangkan penjelasan dari seorang penjaga tempat bernama Rowo Bayu Banyuwangi itu.
Adapun menurut Erick, penjaga Rowo Bayu Banyuwangi itu bernama Sudirman.
Erick Thohir mengatakan bahwa Sudirman adalah salah seorang yang paling paham mengenai keaslian cerita KKN di Desa Penari.
Dalam video tersebut, Sudirman menceritakan kisah KKN di Desa Penari versi Kepala Desa Rowo Bayu Banyuwangi.
Penjaga Rowo Bayu Banyuwangi itu mengatakan, cerita tersebut terjadi pada 2008. Mahasiswa yang melakukan KKN di desa tersebut adalah mahasiswa-mahasiswa dari Surabaya.
“Cerita Desa Penari berangkat dari KKN 2008 itu ada 6 mahasiswa, dari Surabaya, nah dalam study kasusnya dua remaja ini ada ikatan asmara sehingga dalam menjelajah itu tidak di situs, keluar situs,” cerita Sudirman.
Sudirman mengatakan bahwa dua mahasiswa itu diundang oleh seseorang untuk datang ke rumahnya. Di situ mereka dijamu dengan berbagai makanan. Mereka bahkan juga diberi bekal.
“Agak di utaranya di situ ketemu dengan seseorang diajak mampir ke rumahnya, sampai di rumahnya diberi suguhan, dijamu, makanan disuruh ini, dan ceritalah ini desa apa. Si mahasiswa itu tanya begitu, si mahasiswa itu tanya begitu, dijawablah ini desa Penari,” katanya.
“Karena sudah sore dia pamit pulang, pulang itu diberi bingkisan, bingkisan ini bagus, kemasannya pakai kertas koran dimasukkan di tas dibawalah pulang langsung ke wisata Rowo Bayu di bawah tiang bendera itu ada bundaran bangunan teman-teannya sudah di situ," ujar Sudirman.
Sayangnya teman-teman dari mahasiswa tersebut tidak mempercayai cerita tersebut. Hingga akhirnya kedua mahasiswa tersebut menunjukkan bungkusan yang mereka bawa.
Alangkah terkejutnya mereka ketika mengetahui bahwa isi bingkisan tersebut telah berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan yakni kepala kera yang baru dipotong.
“Ceritalah mahasiswa ini bahwa dia dari atas dan ada desa, namanya Desa Penari, protes temannya ‘nggak mungkin, nggak ada desa’ ‘ini saya diberi oleh-oleh, ayo dibuka’, betapa terkejutnya begitu dibuka ini ternyata bukan lagi bungkus koran kertas, tapi daun talas,” katanya.
Setelah kejadian tersebut, mahasiswa laki-laki tersebut meninggal dunia beberapa hari kemudian, lalu disusul dengan teman wanitanya yang menghembuskan napas terakhir sebulan kemudian.
“Setelah dibuka isinya kepala kera baru dipotong, si laki-lakinya si mahasiswa ini langsung pingsan, dalam beberapa hari langsung meninggal, kemudian ceweknya menyusul satu bulan (meninggal), itu cerita sesungguhnya dari versi Kepala Desa Rowo Bayu,” katanya. (bel/abs/rka)
Load more