Anak Petani di Blora Difitnah Buang Bayi oleh Oknum Polisi, Setelah Terbukti Tak Bersalah Kini Alami Trauma
- Instagram/bangkit_mahanantiyo
tvOnenews.com - Kasus salah tuduh terhadap seorang remaja putri asal Blora, Jawa Tengah, menjadi perhatian publik setelah keluarga korban dan kuasa hukumnya melaporkan Polres Blora dan Polsek Jepon ke Bidang Propam Polda Jawa Tengah.
Laporan ini diajukan atas dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penanganan kasus pembuangan bayi yang sempat menghebohkan warga Blora pada April lalu.
Korban berinisial RF, anak seorang petani awalnya dituduh sebagai pelaku pembuangan bayi yang ditemukan di kawasan Jalan Semanggi, Blora pada bulan April 2025.
Namun, tuduhan itu ternyata tidak berdasar. Setelah melalui pemeriksaan medis dan investigasi lebih lanjut, terbukti bahwa RF sama sekali tidak pernah hamil maupun melahirkan.
Akibat peristiwa tersebut, RF kini mengalami trauma mendalam dan mendapatkan stigma sosial dari masyarakat sekitar.
Kuasa hukum RF, Bangkit Mahanantiyo, dalam pernyataannya di media sosial TikTok uncle_bleu menjelaskan kronologi kejadian yang dialami kliennya.
"Yang mana dituduh telah melakukan pembuangan bayi atau janin di Blora tanggal 4 dan tanggal 9 April tiba-tiba RF didatangi oleh beberapa teman-teman polisi dari Polsek Jepon dan Polres Blora. Mereka menduga bahwa RF adalah pelaku pembuangan bayi di Jalan Semanggi,” ujar Bangkit.
Namun, proses pemeriksaan terhadap RF disebut sangat tidak manusiawi. Ia mengungkapkan bahwa remaja tersebut diperlakukan tidak pantas saat menjalani pemeriksaan oleh aparat.
“Saudari RF pernah diperiksa, tahu-tahu didatangi, disuruh telanjang, diremas dadanya, bahkan dimasukkan jari ke organ intimnya. Padahal anak ini masih virgin,” tegas Bangkit.
Ia menilai tindakan itu sebagai bentuk abuse of power atau penyalahgunaan wewenang yang jelas melanggar hukum dan etika profesi kepolisian.
Lebih lanjut, Bangkit menyebut tindakan aparat tersebut dilakukan tanpa surat panggilan, tanpa surat penggeledahan, dan tanpa bukti yang cukup.
Menurutnya, dalam hukum acara pidana, tindakan tersebut sangat keliru dan mencederai prinsip penegakan hukum yang berkeadilan.
Dalam unggahan di akun Instagram-nya, Bangkit juga menulis pesan tentang perjuangan RF dan keluarganya.
Ia menggambarkan bagaimana seorang gadis belia mendadak harus menghadapi tuduhan kejam yang sama sekali tidak ia bayangkan.
“Dalam kondisi masih syok dan ketakutan, ia dibawa untuk menjalani pemeriksaan yang dilakukan secara tergesa dan penuh paksaan oleh aparat dan tenaga kesehatan,” tulisnya.
Bangkit menegaskan bahwa martabat dan hak asasi korban telah diabaikan. Pemeriksaan yang seharusnya dilakukan dengan empati dan kehati-hatian justru membuat RF semakin terpojok dan merasa terhina.
Kabar ini viral di media sosial dan menuai komentar dari warganet yang merasa geram atas perlakuan yang diterima RF.
“Jangan mau damai karena sudah merusak mental seorang anak,” tulis salah satu netizen dengan nada tegas.
“Pasti hancur sekali hati ibunya. Anak difitnah, pasti trauma berat,” tambah pengguna lainnya.
Tak sedikit pula yang menyerukan agar aparat yang terlibat diberi sanksi tegas.
“Tuntut! Minta ganti rugi juga, kerugian materiil dan imateriil, pemulihan nama baik juga. Pecat semua yang terlibat,” komentar warganet lain di kolom unggahan sang pengacara.
Sementara itu, pihak keluarga melalui tim kuasa hukumnya mengungkapkan kondisi terkini RF.
“Si anak sempat menarik diri dari pergaulan di sekolah dan lingkungan rumah. Saat ini dalam pendampingan keluarga. Terima kasih atas kepeduliannya,” ujar Bangkit.
Ia menyebut pihak keluarga masih menunggu proses penyelidikan dari Propam Polda Jawa Tengah dan berharap kasus ini bisa membuka mata publik tentang pentingnya penegakan hukum yang adil. (adk)
Load more