Air Mata Kesedihan Inara Rusli Dikuliti Pakar Ekspresi: Sebuah Skenario Hukum
- Kolase tvOnenews.com / YouTube Intens Investigasi
tvOnenews.com - Dalam pusaran kasus yang menyeret nama Inara Rusli dan Insanul Fahmi, sorotan publik kembali tertuju pada momen emosional yang ditunjukkan Inara saat memberikan klarifikasi kepada media.
Air mata menjadi pusat perhatian, dan pakar ekspresi Kirdi Putra hadir memberikan analisis mendalam mengenai apakah tangis tersebut merupakan ungkapan kesedihan yang tulus atau bagian dari strategi untuk meredam tekanan publik.
Menurut Kirdi, air mata tidak bisa dilihat hanya sebagai tanda kesedihan. Ia harus disejajarkan dengan gestur tubuh, tarikan wajah, hingga narasi yang diucapkan.
Melalui pandangannya, publik diajak melihat bahwa keselarasan antara ekspresi dan ucapan adalah kunci untuk menilai ketulusan.
Dalam video analisis yang diunggah kanal YouTube Cumicumi, Kirdi Putra mengatakan, “Buat saya tangisan dia itu memang tangisan sedih. Tarikan wajahnya itu memang tarikan sedih gitu."
Kirdi pun menganalisis, "Tapi pertanyaannya sedih karena apa? sedih karena kemudian dia harus mengalami ini semua karena misalnya contoh ya yang blunder cowoknya gitu ke ketidakjujuran cowoknya misalnya atau karena kemudian dia menyadari bahwa ada sesuatu yang dilakukan oleh mantan suaminya yang jadi ini blunder semua atau dia sedih karena ketangkap atau ketahuan. kita kan enggak tahu.”
![]()
Air Mata Kesedihan Inara Rusli Dikuliti Pakar Ekspresi. (Sumber: YouTube Cumicumi)
Kirdi menilai bahwa secara visual, ekspresi sedih Inara tampak nyata. Namun konteks penyebab kesedihannya masih penuh kemungkinan.
Bisa jadi karena tekanan kasus, hubungan pribadinya, atau dinamika yang belum terungkap ke publik.
Namun analisis Kirdi tidak berhenti pada air mata saja. Ia menghubungkannya dengan cara Inara menyampaikan permintaan maaf sebelumnya.
Menurutnya, permohonan maaf tersebut tidak memuat unsur yang lazim ada dalam sebuah pernyataan maaf yang lengkap.
Masih dalam video yang sama, Kirdi berkata, “Tapi yang jelas bahwa wajahnya beneran sedih. Jadi ketika tapi ketika kesedihannya digabung dengan indikator bahwa dia tidak meminta maaf secara tulus, tetapi ini adalah bentuk dari produk hukum atau gimana caranya supaya dia tidak kemudian jadi masalah di pengadilan nanti, jadi nilai tambah untuk bahwa dia sudah menyesal. Tapi tidak dia jelaskan detail untuk bisa jadi barang bukti nantinya bahwa dia ada pengakuan.”
Kirdi menilai bahwa ketidaklengkapan pernyataan maaf Inara termasuk siapa yang ia mintai maaf dan alasan spesifik permintaan maaf tersebut mengindikasikan bahwa klarifikasi itu kemungkinan besar mendapat pengarahan hukum.
Dalam situasi genting, langkah seperti ini dinilai wajar untuk menghindari risiko pernyataan yang dapat merugikan di ranah pengadilan.
Kirdi menambahkan lagi, “Maka buat saya ini adalah sebuah bentuk bahwa kuasa hukumnya sedang bekerja. Ini adalah sebuah skenario hukum untuk menjaga apa? Menjaga kliennya si kuasa hukum itu Inara dan itu sah sah saja buat saya dilakukan. Yang perlu pintar adalah netizen yang ngelihat. bareng-bareng kita bahas, bareng-bareng kita analisa, dan bareng-bareng kita enggak kemudian menghakimi orang lain.”
Penjelasan tersebut membuka sudut pandang baru bahwa air mata seseorang, terutama figur publik yang tengah menghadapi tekanan hukum, tidak bisa dipisahkan sepenuhnya dari strategi komunikasi.
Dengan analisis ini, air mata Inara Rusli bukan hanya gambaran emosional, tetapi juga bagian dari dinamika rumit antara rasa sedih pribadi dan pertimbangan hukum yang harus dijaga ketat.
Publik pun diimbau untuk lebih teliti dalam menilai, dan tidak langsung memberikan penilaian hanya berdasarkan ekspresi yang tampak di layar kamera.
(anf)
Load more