Riba, Film Horor Paling Mencekam 2025? Kisah Nyata, Kutukan, dan Teror Getih Anak
- Tangkapan layar Cineplex
tvOnenews.com - Perkembangan film horor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang menarik: semakin banyak karya yang berani mengeksplorasi kisah nyata, trauma keluarga, serta unsur budaya lokal sebagai sumber teror.
Fenomena ini terlihat dari meningkatnya minat penonton terhadap cerita horor yang bukan hanya mengejutkan, tetapi juga relevan secara emosional dan sosial. Film “Riba” hadir sebagai salah satu contoh terbaru dari tren tersebut.
Dengan maraknya adaptasi thread viral menjadi film layar lebar, kreativitas sineas lokal semakin diuji untuk menghadirkan pengalaman sinema yang tetap autentik namun tidak kehilangan kedalaman.
Melansir dari berbagai sumber, banyak thread yang populer di platform seperti X (sebelumnya Twitter) akhirnya diangkat ke layar, termasuk kisah “Getih Anak” dari akun @mitologue yang telah dibaca lebih dari 3,9 juta kali. Tingginya antusiasme terhadap cerita ini menunjukkan bagaimana konten digital kini menjadi bahan bakar baru bagi industri film horor Indonesia.
“Riba” kemudian muncul sebagai interpretasi sinematik dari kisah tersebut. Di tangan Verona Films dan sutradara Adhe Dharmastriya, cerita yang semula viral di dunia maya ini diolah menjadi narasi yang lebih terstruktur dengan pendekatan emosional yang kuat.
Film ini tidak hanya menyoroti horor supranatural, tetapi juga menyentuh sisi gelap ambisi manusia, tekanan ekonomi, dan pilihan moral yang menghancurkan.
Teror yang Lahir dari Kesalahan Manusia
Secara garis besar, film ini mengikuti perjalanan Sugi, seorang ayah muda yang diperankan Ibrahim Risyad. Hidupnya pada awalnya berjalan damai bersama istrinya, Rohmah (Fanny Ghassani), kedua anak mereka, Dimas dan Bening, serta ibu mertuanya, Lastri (Jajang C. Noer). Namun kestabilan itu runtuh saat Sugi terjerat hutang riba dari seorang juragan yang bengis.
Dalam kondisi terdesak, Sugi menerima bujukan sahabat lamanya, Muji (Wafda Saifan), untuk mencoba ritual pesugihan “Getih Anak”. Janji kekayaan instan justru menjadi awal dari teror kelam, menghadirkan konsekuensi berdarah dan kutukan yang menyasar seluruh anggota keluarga.
Cerita ini memperlihatkan bagaimana keputusan yang lahir dari keputusasaan bisa membawa bencana yang tak terbayangkan, tema yang terasa dekat dengan fenomena sosial di Indonesia.
Walau proses produksi film ini turut dipublikasikan dalam berbagai kegiatan promosi sebelumnya, esensi utama pernyataan para pembuat film tetap relevan ketika membahas arah dan niat kreatif mereka.
“Kami ingin menghadirkan cerita horor yang menegangkan sekaligus menggugah hati penonton. Tidak disangka, reaksi penonton ternyata seperti yang kami harapkan. Kami berharap film Riba bisa menghadirkan pengalaman menonton horor yang berbeda di hati para penikmat film Indonesia,” ujar Produser Titin Suryani.
Pernyataan ini terasa konsisten dengan nuansa film yang tidak hanya menawarkan jumpscare, tetapi juga membangun horor dari konflik keluarga, tekanan ekonomi, dan ketakutan manusia yang sangat realistis.
Salah satu aspek menarik film ini adalah fokusnya pada dinamika keluarga. Teror dalam “Riba” tidak berdiri sendiri, tetapi tumbuh dari hubungan yang retak, rasa bersalah, dan ketakutan kehilangan.
Sugi digambarkan sebagai ayah yang terjebak antara ambisi dan kenyataan pahit. Rohmah membawa kekuatan emosional tersendiri dengan berbagai tekanan yang ia alami. Kehadiran karakter Lastri dan anak-anak menambah kedalaman sisi kemanusiaan dalam cerita.
Konflik batin, tekanan ekonomi, dan godaan pesugihan menjadi inti yang membuat film ini lebih dari sekadar horor bertema supranatural; ia menyentuh isu nyata di masyarakat.
Sutradara Adhe Dharmastriya, yang dikenal melalui “Modus”, “Iblis dalam Kandungan”, dan “Bangsal Isolasi”, menunjukkan sentuhan khas: horor yang dibangun dari atmosfer, bukan semata-mata kejutan visual.
Pencahayaan gelap, ambience mencekam, serta desain suara memainkan peran besar dalam memandu emosi penonton. Adaptasi dari thread ke film juga dilakukan cukup rapi, membuat narasi tetap mudah diikuti meski membawa banyak elemen dari sumber asli.
Bukan hanya film horor yang menakuti, tetapi juga mengajak penonton merenung tentang pilihan dan konsekuensi. Dengan cerita yang diangkat dari kisah nyata viral, film ini menghadirkan pengalaman menonton yang personal, emosional, dan mengusik. (udn)
Load more