Review Film Pesugihan Sate Gagak: Ritual Mistis, Tawa Gila, dan Kritik Sosial dalam Satu Paket
- tangkapan layar instagram bioskop
tvOnenews.com - Film Pesugihan Sate Gagak hadir sebagai angin segar di tengah deretan film horor Indonesia yang kerap menonjolkan teror dan kegelapan.
Diproduksi oleh Cahaya Pictures dan BASE Entertainment, bersama PK Films, Arendi, Laspro, IFI Sinema, serta Anami Films, film ini menyajikan perpaduan unik antara horor dan komedi yang dikemas ringan namun menggelitik.
Disutradarai oleh dua talenta muda, Etienne Caesar (EC) dan Dono Pradana, film ini tidak hanya menampilkan lelucon absurd khas dunia stand-up comedy, tapi juga sindiran sosial tentang tekanan ekonomi, ambisi, dan cara manusia mencari jalan pintas menuju sukses.
“Buat saya, film ini bukan tentang menghalalkan pesugihan, tapi tentang bagaimana orang bisa tersesat ketika terlalu tertekan oleh hidup,” tutur Dono Pradana.
Melansir dari YouTube Ruang Film, kisah Pesugihan Sate Gagak berpusat pada tiga sahabat yang hidupnya serba sulit: Anto (Ardit Erwandha), Dimas (Yono Bakrie), dan Indra (Benidictus Siregar). Ketiganya terjerat utang, cinta yang hampir kandas, dan tekanan ekonomi yang membuat mereka nekat mencoba cara instan untuk keluar dari masalah.
Saat menemukan buku mantra pesugihan kuno peninggalan kakek Indra, mereka mendapat ide gila: melakukan pesugihan tanpa tumbal dengan menjual sate dari daging burung gagak untuk para makhluk halus.
Namun, alih-alih mendatangkan kekayaan, para demit justru ketagihan dan antre layaknya pelanggan tetap warung, menciptakan kekacauan konyol yang membuat penonton tertawa sepanjang film.
Film ini berhasil memadukan unsur horor dan komedi dengan ritme yang pas. Ritual pesugihan yang biasanya menyeramkan justru dibuat absurd dan lucu, dari hantu yang doyan sate hingga adegan telanjang yang diubah jadi bahan komedi.
Ardit Erwandha, yang sudah dikenal lewat gaya komedinya yang cerdas, tampil menonjol. “Berakting komedi sudah biasa saya lakukan, tapi berakting komedi sekaligus horor sambil telanjang, sepertinya cuma akan terjadi di film ini,” ujarnya sambil tertawa.
Yono Bakrie, yang biasanya tampil sebagai aktor pendukung, kali ini mendapat kesempatan langka menjadi pemeran utama. Ia mengaku terhubung secara emosional dengan perannya sebagai Dimas, seorang anak yang berjuang membantu ibunya di tengah kesulitan ekonomi.
“Sebelum ke Jakarta, saya pernah mengalami masa-masa susah. Pengalaman itu sangat membantu saya mendalami karakter ini,” kata Yono. Sementara itu, Benidictus Siregar menilai proyek ini sebagai pengalaman spesial karena harus menampilkan sisi drama yang jarang ia eksplor sebelumnya.
“Meskipun unsur komedinya kuat, saya justru banyak bermain di adegan drama. Itu yang bikin film ini terasa istimewa,” ungkapnya. Sebagai debut penyutradaraan layar lebar, Etienne Caesar dan Dono Pradana sukses memadukan gaya sinematik yang segar dengan pesan sosial yang relevan.
EC menonjolkan kekuatan akting para pemain dalam adegan dramatis, sementara Dono menambahkan sentuhan komedi khas dunia stand-up. “Adegan drama yang dimainkan Trio Gagak itu luar biasa. Mereka benar-benar keluar dari zona nyaman,” ujar EC.
Produser Aoura Lovenson menegaskan bahwa film ini bukan sekadar tontonan untuk menakuti, tetapi juga membawa pesan positif. “Ini pure bukan film horor, tapi feel good movie yang akan mudah disukai banyak orang. Kami berharap film ini juga bisa membawa optimisme di tengah kesulitan ekonomi yang banyak dialami masyarakat,” jelasnya.
Secara keseluruhan, Pesugihan Sate Gagak berhasil menghadirkan hiburan yang ringan namun bermakna. Ceritanya absurd tapi jujur, lucu tapi menyentuh realitas sosial. Film ini membuktikan bahwa tawa bisa menjadi cara terbaik untuk menghadapi tekanan hidup. (udn)
Load more