PSSI Sulit 'Menang' di Sepak Bola, Kepala BGN Blak-blakan: Main 90 Menit itu Berat Karena Gizinya Tidak Bagus, Banyak Pemain Bola Lahir dari....
- Antara
tvOnenews.com - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, secara gamblang menyebut bahwa banyak pemain sepak bola nasional lahir dari lingkungan dengan kualitas gizi rendah.
Hal ini dinilai sebagai salah satu penyebab Timnas Indonesia sulit tampil maksimal di panggung internasional.
Persoalan gizi ternyata bukan hanya soal kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak langsung pada performa atlet, termasuk pemain sepak bola Indonesia.
“Jangan heran kalau PSSI kesulitan menang karena bermain 90 menit itu berat. Kenapa? Karena gizinya buruk, apalagi banyak pemain bola lahir dari kampung,” ujar Dadan saat berbicara di Pendopo Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, sebagaimana dikutip Antara.
- Ist
Pernyataan tersebut memperlihatkan adanya korelasi kuat antara kecukupan nutrisi sejak usia dini dengan daya tahan fisik dan kecerdasan dalam bermain sepak bola.
Tak hanya kekuatan fisik yang terganggu, namun juga kemampuan membaca permainan dan mengambil keputusan di lapangan.
Menurut Dadan, gizi yang baik berperan penting dalam pembentukan kecerdasan atlet, termasuk dalam aspek taktik dan strategi saat bertanding.
Di tengah kondisi ini, kehadiran pemain keturunan Belanda menjadi semacam penyegar kualitas tim nasional.
Para pemain diaspora ini dinilai memiliki keunggulan dalam asupan gizi sejak kecil, yang berdampak pada performa mereka di lapangan.
“Sekarang PSSI sudah agak membaik karena 17 pemainnya adalah produk makanan bergizi dari Belanda. Tapi masih belum bisa menyaingi Australia dan Jepang, apalagi Jepang yang makan bergizinya sudah 100 tahun,” ungkap Dadan.
Namun, pertanyaannya kini adalah: apakah kondisi ini juga mencerminkan kualitas gizi pemain di Liga Indonesia dan bagaimana peran PSSI dalam mengatasinya?
Rizky Ridho Dulu Tak Mengenal Makanan Bergizi, Baru Tahu Protein Saat Era Shin Tae-yong?
Dalam beberapa tahun terakhir, isu gizi atlet nasional memang semakin mencuat. Rizky Ridho, salah satu bek andalan Timnas Indonesia, mengaku bahwa ia baru memahami pentingnya makanan sehat dan protein saat Shin Tae-yong melatih tim.
"Jujur, sebelum dilatih Coach Shin, saya belum tahu pentingnya makan bergizi. Dulu kalau lapar ya makan saja, tidak berpikir soal nutrisi atau protein," kata Rizky di YouTube podcast Sport77.
Baca Selengkapya disini: Rizky Ridho Tak Kenal Makanan Bergizi, 8 Tahun Makan Sempol
Pernyataan Ridho mengindikasikan bahwa edukasi gizi belum menjadi bagian dari budaya pelatihan sepak bola di level klub, terutama di Liga Indonesia.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar terhadap sistem pembinaan usia dini dan peran PSSI dalam memastikan para pemain tidak hanya dilatih secara teknis, tapi juga secara nutrisi dan fisik.
Dalam banyak kasus, pola makan para pemain masih dipengaruhi kebiasaan kampung halaman mereka yang cenderung minim informasi soal nutrisi.
Terlebih lagi untuk menunjang aktivitas fisik tinggi seperti sepak bola profesional. Hal ini diperparah oleh fakta bahwa banyak pemain berasal dari keluarga prasejahtera yang kesulitan mengakses makanan bergizi sejak kecil.
Seperti ditegaskan oleh Dadan, “Bapak Presiden Prabowo sampai merasa miris karena banyak anak-anak belum kebagian program gizi. Beliau sangat perhatian dan meminta agar distribusi dipercepat,” kata Dadan.
Dibutuhkan lebih dari sekadar program bantuan: edukasi tentang pentingnya gizi. Integrasi ahli nutrisi di tim-tim Liga Indonesia, dan pembentukan kebiasaan sehat sejak dini bagi para atlet muda menjadi kunci penting.
Dengan berbagai temuan tersebut, bisa disimpulkan bahwa permasalahan gizi tidak bisa dipandang sepele dalam konteks pembangunan olahraga nasional.
Tanpa perbaikan sistemik, mulai dari edukasi gizi, perbaikan pola makan di klub-klub sepak bola, hingga optimalisasi program pemerintah, cita-cita Indonesia untuk sejajar dengan negara maju dalam sepak bola akan sulit tercapai. (udn)
Load more