Malam 1 Suro Sekaligus Jumat Kliwon Jadi Waktu Sakral, Ada Ritual hingga Entitas Minta Tumbal? Om Hao Bilang Sebetulnya…
- YouTube/NadiaOmara
tvOnenews.com - Malam 1 Suro tahun ini memang terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pasalnya, malam yang dianggap sakral bagi sebagian masyarakat Jawa ini bertepatan dengan malam Jumat Kliwon.
Jika dikonversi ke kalender Masehi, momen tersebut jatuh pada Kamis (26/6) malam ini.
Tak hanya itu, peristiwa ini juga termasuk langka, karena hanya terjadi setiap delapan tahun sekali.
Bagi masyarakat Jawa, malam 1 Suro bukanlah waktu biasa. Malam ini dianggap sebagai momen untuk membersihkan diri dari berbagai energi negatif, baik dari dalam maupun dari luar.
Berbagai ritual dan laku spiritual biasa dilakukan, mulai dari tirakat, berdoa, hingga kegiatan mocopatan (membaca tembang yang berisi doa dan ajaran moral).
Mocopatan sendiri dilakukan sebagai bentuk penyambutan tahun baru Jawa yang positif dan penuh makna.
Namun, tak sedikit juga yang memaknai malam ini dengan aura mistis dan penuh dengan pantangan.
Ada anggapan bahwa malam 1 Suro yang bertepatan dengan Jumat Kliwon ini dapat membawa berbagai peristiwa aneh, bahkan hingga muncul cerita soal entitas yang meminta tumbal.
Dalam sebuah video yang diunggah kanal YouTube Hao Family Channel, Om Hao, seorang praktisi retrokognisi, menjelaskan soal fenomena ini.
“Kalau dibilang serem tuh nggak ya, sakral iya, disakralkan. Inikan tahun baru Jawa bertepatan dengan tahun baru Islam,” ungkap Om Hao.
Ia menjelaskan bahwa bulan Suro memang memiliki berbagai pantangan dan larangan yang diwariskan dari zaman dahulu.
Beberapa di antaranya ialah larangan untuk menggelar hajatan, acara pernikahan, keluar rumah atau bepergian jauh, bahkan pindah rumah dan berkata sembarangan.
“Bulan Suro itu biasanya ada pantangan dan larangan. Diantaranya menggelar hajatan, acara nikahan, nggak boleh keluar rumah atau bepergian jauh, nggak boleh pindah rumah, nggak boleh ngomong sembarangan atau banyak bicara,” jelas Om Hao.
“Kemudian kalau bulan suro banyak-banyak doa dan zikir, kenapa? Katanya juga banyak entitas yang minta tumbal,” sambungnya.
Menurut Om Hao, bulan Suro juga erat kaitannya dengan pola laku batin manusia Jawa.
Mereka diajarkan untuk lebih memperbanyak zikir, doa, dan memperbaiki kualitas spiritual.
Berbagai pantangan yang tumbuh di tengah masyarakat bukan untuk menakut-nakuti, tetapi sebagai bentuk pengingat agar manusia lebih berhati-hati dan tidak sembrono dalam tindak-tanduk, khususnya di bulan yang dianggap keramat ini.
Fenomena ini memang tumbuh dari kepercayaan turun-temurun yang hingga kini tetap dijaga oleh sebagian masyarakat Jawa.
Ada anggapan bahwa bulan Suro, terutama yang jatuh bertepatan dengan Jumat Kliwon, membuat energi spiritual berada di titik paling kuat.
Berbagai entitas dari alam lain diyakini dapat masuk dan memberi pengaruh, bahkan meminta tumbal dari manusia yang lengah atau tidak mematuhi pantangan.
Namun, Om Hao juga memberi klarifikasi soal ini.
Ia menjelaskan bahwa bulan Suro bukanlah waktu yang harus ditakuti secara berlebihan, tetapi lebih baik digunakan untuk refleksi, perenungan, dan memperbaiki batin.
“Bulan suro ini bulan untuk merenung, lebih banyak menyepi, lebih banyak tirakat yang berkaitan dengan duniawi itu ditanggalkan dulu,” kata Om Hao.
“Berikutnya berkaitan dengan ketika satu suro ini banyaknya portal yang terbuka sehingga menyebabkan kejadian yang kurang baik,” terangnya.
Penjelasan dari Om Hao ini memberi sudut pandang berbeda bagi yang belum memahami nilai spiritual dari bulan Suro.
Ada makna lebih dalam dari berbagai ritual dan pantangan yang dilakukan.
Bukan soal entitas atau tumbal semata, tetapi soal bagaimana manusia dapat menyucikan batin dan menjadikan momentum ini sebagai waktu untuk refleksi dan memperbaiki kualitas spiritualitas.
Malam 1 Suro memang kerap membuat banyak orang merasa khawatir, apalagi dengan berbagai cerita mistis yang berkembang dari waktu ke waktu.
Namun, bagi Om Hao, yang paling penting bukanlah soal takut atau tidak, tetapi soal bagaimana memaknai bulan Suro sebagai titik balik untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan dengan sesama.
Ini momen bagi setiap individu untuk memperbaiki kualitas batin, memulai langkah yang penuh keberkahan, dan menjaga laku hidup agar selaras dengan nilai-nilai spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi. (adk)
Load more