3 Terpopuler: Asal-usul Terkenalnya Hercules di Tanah Abang Diteliti Penulis Belanda, Gatot Nurmantyo Bongkar Masa Lalu dan Kekayaan Hercules, Hingga John Kei yang tak Tak Kalah Nekat
- tvOnenews / Antara
tvOnenews.com - Tiga artikel terpopuler soal Hercules yang belakangan sedang ramai jadi perbincangan publik bisa Anda simak ulang pada ulasan berikut ini.
Kontroversi yang melibatkan Ketua Umum GRIB, Hercules Rosario Marshal, kembali memicu gejolak di ranah publik dan elite militer.
Kali ini, pernyataan Hercules yang menyebut Letjen (Purn) Sutiyoso “sudah bau tanah” menyulut amarah di kalangan purnawirawan, termasuk Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Gatot dengan tegas mengecam ucapan tersebut dan menilai Hercules tidak tahu diri. “Saya sudah dua bulan lebih puasa bicara, tapi begitu soal Hercules, ini kurang ajar nih orang.
Tidak tahu diri. Dia merasa paling hebat,” ujar Gatot dalam video YouTube Refly Harun Official. Isu ini menjadi sorotan publik, bukan hanya karena perseteruan dua tokoh keras, tapi juga karena menyentuh nilai-nilai penghormatan terhadap jasa purnawirawan TNI dalam sejarah Indonesia.
Pernyataan Hercules tak hanya dianggap menyinggung Sutiyoso, tetapi juga merendahkan kontribusi para jenderal yang pernah berjasa dalam perjalanan hidupnya.
Gatot menyindir keras, mengungkap bahwa Hercules dulunya hanyalah seorang Tenaga Bantuan Operasi (TBO) yang dibawa ke Jakarta oleh para purnawirawan.
“Ingat, kau dulu TBO. Kau bisa ke Jakarta pakai apa? Sudah purnawirawan juga yang bawa kau ke sini,” tegas Gatot. Tak pelak, riwayat masa lalu Hercules pun dibongkar kembali, termasuk bagaimana ia bangkit dari jalanan hingga menjadi tokoh kuat di Tanah Abang.
Berikut ini tiga artikel terpopuler hari ini yang mengupas berbagai sisi Hercules: dari masa lalunya, sumber penghasilannya, hingga rivalitasnya dengan John Kei.
1. Asal-Usul Ketokohan Hercules dan Kritik Gatot: "Dia Itu Cuma...
Nama Hercules Rosario Marshal sudah dikenal luas di Jakarta, terutama Tanah Abang, sejak dekade 1980-an.
- tvOnenews.com/Julio Trisaputra
Sosoknya melegenda sebagai “manusia kebal” yang sempat diteliti penulis Belanda, Helene van Klinken dalam bukunya Children of Timor: Forced Migration and Identity.
Dalam buku itu, disebutkan Hercules merupakan salah satu anak korban konflik di Timor Timur yang kemudian hidup keras di Jakarta.
Julukan “Hercules” muncul karena fisik dan ketahanannya terhadap luka. Ia pernah ditembak, dibacok, bahkan diamputasi, namun tetap bertahan hidup dan membangun pengaruh di pusat perdagangan tekstil terbesar Asia Tenggara, Tanah Abang.
Namun, Gatot Nurmantyo membongkar ulang siapa sebenarnya Hercules di masa lalu. Ia mengingatkan publik bahwa Hercules adalah mantan TBO yang datang ke Jakarta karena dibantu Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim.
“Tidak sopan. Sudah banyak jenderal yang bantu kamu. Sekarang malah kamu hina?” ujar Gatot. Pernyataan ini muncul sebagai respons atas ucapan Hercules kepada Sutiyoso yang ia sebut sudah bau tanah.
Ketegangan ini memperlihatkan sisi gelap relasi antara tokoh-tokoh sipil dan militer yang memiliki sejarah panjang namun kini berseberangan dalam retorika dan kepentingan.
2. Sumber Kekayaan Hercules yang Tak Disangka, Anak-Anak Kuliah di Luar Negeri
Di tengah sorotan publik atas sikapnya, Hercules justru menunjukkan sisi lain yang tak banyak diketahui: sebagai ayah yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya di luar negeri.
- Istimewa/Willem van Gent
Dalam wawancara bersama Gus Miftah, Hercules mengungkap bahwa anak-anaknya berkuliah di Australia, Amerika Serikat, dan Inggris.
“Yang pertama di Canberra, yang kedua di California, ketiga di Sydney, dan yang keempat ingin sekolah di Inggris,” katanya dalam video YouTube Gus Miftah.
Menanggapi pertanyaan tentang sumber pendapatannya, Hercules menjelaskan bahwa ia memiliki usaha pribadi yang cukup besar.
“Saya memiliki satu pasar pribadi, luasnya hampir 5,5 hektare,” ungkapnya. Selain itu, ia juga menjalankan bisnis perikanan dan pertanian. Gus Miftah bahkan mengaku pernah menerima kiriman 350 kg ikan tuna dari Hercules. Bisnis pertanahan juga menjadi salah satu sumber pemasukan pria yang kini memimpin GRIB Jaya ini. “Misalnya ada orang jual tanah murah, kita beli dan urus,” jelasnya.
Tak hanya itu, Hercules juga aktif dalam kegiatan sosial. Ia dan istrinya rutin berpuasa dari Senin hingga Kamis, dan membagikan makanan untuk anak yatim.
“Kalau bulan Ramadan, bisa sampai 1500-2000 anak yatim dan dhuafa kami beri makan,” ujar Hercules. Ia pun mengaku tidak pernah merasa miskin karena sering bersedekah. “Makin kita sedekah, rezeki makin datang,” pungkasnya.
3. John Kei Vs Hercules: Dua Legenda Jalanan, Dua Jalan Hidup Berbeda
Dalam bayang-bayang konflik Hercules dengan purnawirawan, nama John Kei ikut mencuat sebagai tokoh legendaris dunia premanisme lainnya.
- IST
Artikel tentang rivalitas tak langsung mereka ikut menjadi topik yang banyak dicari hari ini. John Kei, dikenal karena keberaniannya di dunia malam Jakarta, juga memiliki kisah keras yang mirip dengan Hercules.
Namun, masing-masing mengambil jalur berbeda untuk mempertahankan eksistensi mereka di ibukota.
Hercules mengawali hidupnya dari kolong jembatan Tanah Abang, setelah kabur dari rumah sakit pasca diamputasi.
Dalam buku Kick Andy: Kumpulan Kisah Inspiratif, Hercules menyatakan, “Saya tinggal di kolong jembatan.Tidur dengan golok di tangan. Kalau diserang, saya siap bunuh duluan.” Ia mengklaim sering menghadapi serangan fisik brutal setiap malam.
“Kalau bacok itu hampir setiap malam saya dibacok. Pernah juga dikeroyok seratus orang pakai samurai, celurit,” kisahnya dalam perbincangan bersama Gus Miftah dan Ustaz Yusuf Mansur.
John Kei juga dikenal tak kalah nekat, namun memiliki gaya berbeda. Jika Hercules belakangan mencoba menempuh jalur legal dan mendirikan ormas serta menjalin kedekatan dengan tokoh-tokoh agama.
John Kei lebih banyak berurusan dengan kasus kriminal berat, termasuk pembunuhan dan pemufakatan jahat.
Perbandingan keduanya menunjukkan bahwa dunia kekuasaan jalanan memiliki wajah yang beragam, dari yang mencoba bertobat dan menyesuaikan diri dengan sistem, hingga yang tetap menjadi simbol kekerasan di balik layar. (udn)
Load more