tvOnenews.com - Gus Miftah, penceramah yang kerap menuai perhatian publik, kembali menjadi sorotan setelah viral video yang memperlihatkan dirinya mengolok-olok seorang penjual es teh bernama Sunhaji.
Insiden yang terjadi pada acara Magelang Berselawat itu memicu reaksi keras dari netizen, terutama karena profesi Gus Miftah sebagai tokoh agama dianggap tidak sejalan dengan tindakan merendahkan pedagang kecil.
Namun, di tengah kontroversi ini, muncul pembahasan di podcast Ngaji Roso yang menyebut bahwa ucapan seorang artis senior, Tri Utami, dianggap lebih berbobot dibandingkan ceramah Gus Miftah.
Perdebatan ini bermula dari sejumlah pernyataan Gus Miftah yang sebelumnya juga menuai kontroversi, seperti membagikan uang saat kampanye, menyebut salah satu partai politik sebagai “partai wahabi,” hingga menghina tokoh agama lainnya.
Kali ini, tindakannya yang menghina Sunhaji, seorang pria yang sedang berjualan es teh untuk menghidupi keluarganya disebut-sebut sebagai bukti kurangnya etika seorang tokoh agama.
Publik ramai-ramai menyuarakan kekecewaan mereka di media sosial.
Seorang netizen menulis, "Bagaimana mungkin seorang utusan khusus presiden bicara seenaknya seperti itu? Bukankah tugasnya menjaga kerukunan, bukan menimbulkan luka hati pedagang kecil?"
Di sisi lain, Tri Utami, artis senior yang belakangan ini aktif membahas perjalanan spiritualnya, justru mendapatkan pujian karena pandangan hidupnya yang sederhana namun mendalam.
Dalam podcast Ngaji Roso yang tayang tujuh hari lalu, Tri Utami menjelaskan filosofi hidupnya, khususnya dalam mencari makna kehidupan.
Ia menyebutkan bahwa hidup ini adalah perjalanan untuk menemukan tiga jawaban, "Aku berasal dari mana, aku di sini untuk apa, dan aku akan ke mana setelah ini?"
Ucapan ini mendapat respons positif dari pendengar yang merasa bahwa pendekatan Tri Utami dalam memahami kehidupan jauh dari kesan menggurui, melainkan menginspirasi.
Dalam podcast tersebut, Tri juga menekankan pentingnya menjadi “cangkir kosong” ketika bertemu dengan orang lain.
“Saya selalu berusaha menjadi murid dari setiap orang yang saya temui,” ucapnya. Ia menambahkan bahwa hidupnya adalah latihan tanpa merasa terbebani konsep pengorbanan.
Pernyataan ini berbanding terbalik dengan banyak kontroversi yang melibatkan Gus Miftah, mulai dari ceramah di klub malam hingga dakwah di gereja yang kerap memancing perdebatan.
Perbandingan ini memunculkan diskusi menarik di kalangan warganet. Salah seorang pendengar podcast Ngaji Roso berkomentar, “Daripada ngaji di ‘gus gus an’ iabal-abal yang cuma pinter ngelawak mending rebahan di kamar nonton Ngaji Roso.”
Banyak yang menilai bahwa Gus Miftah, yang seharusnya menjadi teladan masyarakat dalam berkata-kata, justru kerap memicu kontroversi.
Insiden dengan penjual es teh Sunhaji dianggap sebagai salah satu puncak dari serangkaian masalah yang melibatkan nama besar sang penceramah.
Namun, ada pula pihak yang membela Gus Miftah. Mereka menilai bahwa kesalahannya seharusnya dilihat sebagai kekhilafan manusia biasa.
Kasus ini membawa pelajaran penting, terutama tentang tanggung jawab dalam berbicara di hadapan publik.
Seperti yang dikatakan Tri Utami, setiap gagasan yang keluar ke dunia nyata akan selalu terikat dengan hukum sosial dan nilai-nilai masyarakat.
Maka, berhati-hati dalam berucap menjadi hal yang sangat krusial, terutama bagi mereka yang memegang status sebagai figur publik.
(anf)
Load more