tvOnenews.com - Publik akhir-akhir ini digemparkan dengan kabar mengenai dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh penyandang disabilitas, I Wayan Agus Suartama (IWAS) atau Agus.
Laki-laki berusia 21 tahun itu ditetapkan oleh kepolisian sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual, di mana hingga kini korbannya dikabarkan sudah mencapai 13 orang.
Melihat kondisi Agus yang tidak memiliki dua tangan, membuat publik sempat bertanya-tanya, apakah pihak kepolisian sudah benar-benar menangkap tersangka yang sebenarnya.
Gusti Ayu, ibu dari Agus, juga tidak bisa percaya dengan penetapan tersangka kepada anaknya. Ia mengatakan, bahwa putranya tidak mungkin melakukan hal seperti itu.
Apalagi, menurutnya, ia selalu membantu aktivitas keseharian Agus, seperti memandikannya hingga mengenakan bajunya.
"Sudah kondisinya kayak begini, terus dijadiin tersangka kan itu tidak masuk di akal. Bagaimana dia buka baju celana sendiri, sementara dari bayi sampai sebesar ini saya yang merawat, yang mandiin, semua-muanya saya," ujar Gusti Ayu saat diwawancarai oleh awak media, dilansir Kabar Utama Pagi yang ditayangkan di tvOne, Jumat (6/12/2024).
Menurut Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Joko Jumadi, Agus melakukan manipulasi pada psikologis untuk mendekati dan mengendalikan korbannya.
Komunikasi verbal untuk mengorek informasi pribadi korban menjadi modus yang digunakan oleh Agus. Informasi itulah yang akhirnya dijadikan 'alat' untuk mengancam dan memanipulasi korbannya.
Dr. Zulvia Oktanida Syarif, psikiater forensik Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), justru menyoroti perilaku Agus saat diwawancarai dalam program Apa Kabar Indonesia Malam di tvOne.
"Kalau melihat dari kasus yang ada, kita melihat adanya indikasi kemungkinan ini suatu manipulasi psikologis, karena ada perbedaan cerita antara korban-korban yang enggak cuma satu dan ada cerita dari terduga pelaku yang sangat bertolak belakang," ujar dr. Zulvia, dilansir program Apa Kabar Indonesia Malam di tvOne yang tayang pada Selasa (3/11/2024).
Dr. Zulvia mengatakan, bahwa apa yang dilakukan oleh Agus bisa saja diduga sebagai manipulasi psikologis yang dilakukannya tak hanya kepada korban, tapi juga publik yang mengikuti kasus tersebut.
Menurutnya, hal tersebut membuat opini publik jadi terbagi antara yang merasa bersalah karena telah menuduh Agus sebagai tersangka, atau ternyata memang pelecehan tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka.
"Mungkin kita jadi merasa bersalah kalau kita menuduh dia, misalnya, kan dia seorang difabel, contohnya. Atau kita jadi merasa 'iya juga ya jangan-jangan beneran suka sama suka', kita jadi ikut terbawa dengan manipulasi yang disampaikan oleh terduga pelaku," ujarnya.
Oleh karena itu, dr. Zulvia mengatakan perlunya kehati-hatian dalam kasus pelecehan seksual yang menyeret nama Agus tersebut.
Menurutnya, jika dilihar dari cuplikan video saat Agus diwawancarai dalam program Apa Kabar Indonesia Malam yang tayang pada Senin (2/11/2024) lalu, dr. Zulvia melihat, bahwa Agus cukup pandai berbicara.
"Kita perlu betul-betul berhati-hati dan kalau melihat dari sekilas cuplikan video tadi, kita lihat bahwa si terduga pelaku ini cukup smart, pandai berbicara," jelas dr. Zulvia.
Hal itu dibuktikan dari bagaimana ketika Agus bisa menggeser topik yang sedang ditanyakan atau jadi bahan pembicaraan saat itu. Bahkan, pergeseran topik itu sangat cepat dilakukan olehnya tanpa sadar.
"Ketika tadi diwawancara ada penggeseran topik. Jadi ditanyanya apa, kemudian tanpa sadar langsung digeser ke arah bahwa memang 'Oh aku dijebak'," sambung dr. Zulvia menjelaskan.
Menurut psikiater tersebut, publik harus bisa berhati-hati dalam mempercayai informasi untuk diyakini dalam kasus ini. Sebab, seseorang yang jago melakukan manipulasi sangat mudah untuk memutar balikan fakta hingga gaslighting.
"Kita harus lihat terlebih dahulu mana yang kayaknya memang lebih bisa kita yakini sebagai apa yang terjadi real (nyata), karena memang seseorang yang jago manipulasi sangat mudah memutar balikkan fakta atau melakukan gaslighting,
Hal itu juga yang membuat korbannya jadi ragu terhadap apa yang telah terjadi pada dirinya.
"Korban juga jadi ragu, 'apa iya ya jangan-jangan saat itu memang aku yang mau' atau 'aku yang bodoh ya?'," ujarnya. (ism)
Load more