tvOnenews.com - Pihak Pegi Setiawan berencana mengajukan hal ini setelah menang dalam sidang prapradilan di PN Bandung, dimana Polda Jabar dianggap salah menetapkan tersangka.
Sebelumnya Polda Jabar menangkap Pegi Setiawan pada 22 Mei 2024 dan menganggapnya sebagai Pegi Perong tersangka DPO kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon.
Pada sidang prapradilan di PN Bandung 10 Juli 2024, status tersangka Pegi Setiawan batal demi hukum. Dalam artian, Polda Jabar salah menangkap orang.
Namun pihak kuasa hukum masih akan berbicara lagi dengan keluarga apakah memang mau mengajukan ganti rugi atau tidak.
“Kalau dari tim kuasa hukum mungkin ini adalah sebagai bentuk bahwa harus Pegi Setiawan itu meminta ganti rugi karena memang dia sudah dirugikan dengan tindakan salah tangkapnya Polda Jabar,” jelas Sugianti.
Namun pihak kuasa hukum tidak akan memaksa keluarga untuk tetap mengajukan ganti rugi atau tidak.
“Kalau memang keluarga sudah siap mengajukan ganti rugi, kami siap mendampingi,” ungkapnya.
“Tim kuasa hukum masih membicarakan itu karena kami belum koordinasi dengan keluarga,” imbuh Sugianti.
Terkait dengan ganti rugi ini mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun memberikan pandangannya.
Walaupun dalam sembilan butir amar putusan prapradilan tidak dicantumkan secara spesifik angka ganti ruginya.
“Tetapi undang-undang KUHAP pasal 95 bisa menjadi pegangan. bahwa tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti rugi karena telah ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili,” terang Gayus Lumbuun.
Lebih dari itu ganti rugi immateriil juga bisa diajukan, sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang hukum acara perdata 1365.
“Jadi ganti rugi yang dicantumkan juga mengikuti ketentuan 1365 KUHPER di mana di situ bisa lebih dari itu,” jelas Gayus.
“Pengalaman-pengalaman kami di pengadilan, katakan saja sebuah parpol yang karena kelalaian dari KPU diganti rugi diputus 500 juta lebih,” tambahnya.
Ini artinya perkara ganti rugi tidak saja terfokus pada pasal 95 dan PP nomor 92 tahun 2015.
“Ada pasal lain yang mengatur yaitu di KUHPER 1365 itu bisa lebih luas dari itu kalau bisa dibuktikan kerugian immateriil-nya,” tegas Gayus.
Apalagi selama berada di penjara Pegi Setiawan juga mendapatkan kekerasan verbal dan non verbal dari para penyidik.
“Ada semacam kata-kata kasar, ancaman, dan saya pernah dipukul di bagian mata,” ungkap Pegi setelah bebas dari tahanan.
“Awalnya mereka bilang saya pembunuh, nggak punya hati nurani terus dipukul,” imbuhnya.
Pegi Setiawan dipaksa mengaku bahwa dirinya adalah Perong pelaku pembunuhan Vina dan Eky yang sudah buron sejak 2016 atau delapan tahun silam.
“Saya dipanggil Perong, kalau saya tidak melihat saya dicaci maki. Kalau saya melihat, dianggap benar memang Perong,” tutur Pegi.
“Di situ saya hanya bisa pasrah. Sempat nggak bisa tidur dua malam, mental saya jatuh,” imbuhnya.
Tak berhenti di situ saja, Pegi Setiawan kembali mendapat perlakuan kasar lainnya.
“Terakhir itu ada penyidik yang masukin kresek ke kepala saya sampai kesulitan nafas. Akhirnya dibuka lagi,” ujar Pegi.
(amr)
Follow tvOnenews.com di sini Google News.
Load more