tvOnenews.com - Perdebatan soal LGBT memang belakangan sedang kembali hangat diperbincangkan, salah satunya menyangkut kedatangan grup band Coldplay ke Indonesia.
Beberapa tahun silam, dr. Fidiansyah pernah beradu argumen bersama seorang pegiat atau aktivis LGBT dari berbagai aspek, salah satunya kesehatan.
Perdebatan LGBT ini mungkin bukan yang pertama, namun setidaknya dapat membuka mata masyarakat terkait isu LGBT dari aspek psikologi, sosial, dan kesehatan.
Ilustrasi LGBT Source: istockphoto.
"Saya adalah seksi religi spiritualitas dan psikiatri, artinya kelompok yang memang mencoba menghubungkan apa yang Einstein sejak dahulu kala mengatakan 'Ilmu tanpa agama, itu adalah sesuatu yang bisa membutakan. Tapi agama tanpa ilmu bisa lumpuh'." ujar dr. Fidiansyah.
Menurut dr. Fidiansyah, dalam perekembangan ilmu psikiatri, dua komponen tadi tidak bisa dipisahkan. Yang terjadi adalah pendikotomian antara ilmu pengetahuan yang kita dapat secara sepihak lalu menghilangkan aspek spiritualitas.
Ia menambahkan bahwad efinisi kesehatan yang sudah digunakan dalam undang-undang kesehatan sangat jelas.
Kesehatan terdiri dari fisik, mental, spiritual, dan sosial. Jadi aspek sosial tidak bisa dipisahkan dalam sebuah penentuan diagnosis atau kelainan gangguan jiwa.
"Mohon maaf buku yang dipakai itu buku saku pak, kalau buku kami textbooknya tebel begini pak. Sama-sama ODGJ, tapi ini yang lengkap," pungkas dr. Fidiansyah.
"Jadi apa yang terjadi pada diagnosis yang terjadi pada dinamika yang dikatakan tidak ada, ada persis. Silahkan dibuka nanti halaman 288, 280, 279," terang dr. Fidiansyah.
Menurutnya dalam buku tersebut, dituliskan persis dengan kalimat yang menyebutkan bahwa hal tersebut adalah sebuah gangguan.
"Gangguan, gangguan pak, gangguan jiwa. Itu bukunya, buku saku pak. Ini bukunya buku textbook," tegas dr. Fidiansyah.
"Lengkapnya disini pak. Kalau buku saku itu kan sesuatu yang merumuskan kesimpulan sederhana", papar dr. Fidiansyah menyanggah argumen lain.
"Contohnya ayat al-quran pak, dibaca cuma satu ayat. Celaka orang yang salat. Dia tidak baca utuh. Padahal halaman 288 pak, gangguan psikologis dan yang berhubungan dengan perkembangan orientasi seksual adalah F66 X1 homoseksualitas. f66 X2 biseksualitas. Tertulis jelas, silahkan dibuka," terang dr. Fidiansyah.
Hal itu merupakan aspek yang pertama menurut buku ODGJ yang dibawa dr. Fidiansyah. Kemudian hal yang dikaitkan dengan transeksualitas juga sama, itu terdiagnosis dalam buku.
dr. Fidiansyah kemudian menjelaskan bahwa dalam komunitas yang ia gabungkan antara spiritualitas dengan religi itu tidak bisa dipisahkan. Diagnosis menjadi satu kesatuan.
"Ketika ada pemahaman spiritualitas dan religi yang dipakai oleh sebuah komunitas, sebagai acuan yang juga dipakai, maka itu jadi penentu sebuah ketentuan diagnosis," pungkas dr. Fidiansyah.
"Jadi itulah maknya, kami dari seksi ini tetap melabelkan atau membuat sebuah diagnosis tidak berarti diskriminasi," tambah dr. Fidiansyah.
dr. Fidiansyah menambahkan, bahwa ia dan tim justru ingin membantu ketika terjadi sesuatu hal yang dialami. Bahwa terapi yang dilakukan dalam bentuk konseling, adalah banyak." tutur dr. Fidiansyah.
Jika seseorang dikoknseling oleh maling, maka ia akan jadi maling. Jika orang dikonseling oleh koruptor, maka ia akan jadi koruptor.
"Karena itu konseling ada prosesnya. Kamilah yang sebetulnya bekerja di dalam aspek itu. Jadi kalo konseling datanglah ke psikolog, datanglah ke psikiater.
Tak hanya itu, dr. Fidiansyah menjelaskan bahwa ada 4 aspek pendekatan terhadap LGBT dari segi diagnosis kesehatan, yaitu:
1. Jika ada aspek organobiologi, maka diberikan obat. Jika ada aspek psikologi, maka dirubah perilakunya
2. Jika ada cara pikir yang keliru maka dirubah kognitifnya
3. Jika ada perubahan lingkungan sosial yang berpengaruh, maka dirubah modifikasi perilaku daripada sosial lingkungannya.
4. Jika ada pemahaman yang keliru dari spiritualitasnya, maka dikembalikan kepada agamanya.
"Berarti jika bapak menyebutkan itu penyakit, maka bisa disembuhkan dong?," tanya Karni Ilyas selaku Presiden Indonesia Lawyers Club (ILC).
"Betul, bisa. Kasusnya banyak pak yang bisa disembuhkan. Karena tadi saya katakan, tergantung terapisnya ke siapa pak. Kalau terapisnya kepada yang saya katakan mendapatkan sebuah pemahaman informasi yang saya jadi salah," terang dr. Fidiansyah.
Karena itu kami sekarang membuka diri dengan apa yang mungkin orang datang ke psikiater itu menjadi alergi.
"Oh gangguan jiwa, gila, tidak. Semua apa yang terdiagnosis dalam buku ini adalah membantu orang untuk bisa dikembalikan dan dibantu kembali pada fitrahnya yang memang mereka dapatkan dari Yang Maha Kuasa," papar dr. Fidiansyah.
"Apa bisa menular, kalo itu penyakit?," tanya Karni Ilyas lagi. "Bisa. Tadi yang dikatakan dari Bu Elisman. Perilaku itu bisa melalukan sebuah penularan," terang dr. Fidiansyah.
"Penularannya bukan dalam konsep ada virus, ada kuman, bukan. Tapi disebut dengan teori perilaku, Pavlov. Semua teori-teori yang dipakai dalam teori perilaku adalah teori penularan dari konsep pembiasaan," lanjutnya
"Perilaku manusia, akan mengikuti suatu pola, suatu karakter, jadi kepribadian, jadi membentuk kebiasaan dan sebagainya yang akhirnya menjadi penyakit. Menularnya dari konteks perubahan perilaku dan pembiasaan," pungkas dr. Fidiansyah menjelaskan lebih lanjut.
Baca artikel terkini dari tvOnenews.com selengkapnya di Google News.
(udn)
Load more