Heboh Isu Perselingkuhan Jule, Apakah Orang yang Selingkuh Berkali-kali Ada Gangguan Kejiwaan? Begini Kata Psikiater
- Kolase Tim tvOnenews
tvOnenews.com - Media sosial kembali ramai membicarakan isu perselingkuhan yang menyeret nama TikTokers Julia Prastini, atau yang lebih dikenal dengan Jule.
Perbincangan ini mencuat setelah Jule dikabarkan kembali terlibat hubungan dengan orang lain, meski sebelumnya sudah diterpa isu serupa yang berujung pada perceraian dengan mantan suaminya, Na Daehoon.
Usai perceraiannya, Jule disebut-sebut menjalin hubungan dengan kekasih baru.
Namun belakangan, beredar kabar bahwa ia kembali diduga berselingkuh dengan Yuka, sosok yang dikenal sebagai kekasih Aya Balqis.
Padahal, Jule selama ini dikenal bersahabat dengan Yuka dan Aya.
- TikTok/hyitsme_99
Isu yang viral ini kemudian memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat:
Apakah seseorang yang berselingkuh berulang kali berkaitan dengan gangguan kejiwaan?
Spesialis Kedokteran Jiwa Dr. dr. Dharmawan Ardi Purnama, SpKJ, menjelaskan bahwa maraknya kasus perselingkuhan saat ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh media sosial.
Menurutnya, banyak orang tanpa sadar terbawa oleh gambaran semu yang ditampilkan di media sosial.
Kehidupan orang lain sering kali terlihat indah dan sempurna, padahal itu bukan realitas yang utuh.
Ketika seseorang mulai membandingkan pasangannya dengan sosok lain yang dilihat di media sosial, apalagi jika sedang memiliki masalah psikologis, potensi perselingkuhan pun meningkat.
“Sering kali orang terbawa ilusi media sosial. Yang terlihat itu ilusi yang bagus-bagus tentang orang lain, bukan realita sebenarnya,” jelasnya, dilansir dari kanal YouTube Hidup Sehat tvOne.
- Pexels/ANTONI SHKRABA production
Ia menambahkan, kondisi tersebut bisa diperparah jika seseorang merasa kurang diperhatikan, merasa dirinya sangat hebat, atau memiliki kecenderungan narsistik.
Dalam beberapa kasus, bahkan bisa berkaitan dengan gangguan kepribadian.
Kepribadian, menurutnya, bisa berupa ciri atau sudah masuk kategori gangguan ketika pola perilaku tersebut menetap, dilakukan berulang, dan tidak disadari oleh pelakunya.
Ketika seseorang terus terbawa arus zaman, muncul fantasi-fantasi dan persepsi semu, maka perselingkuhan bisa bermula dari perasaan, lalu berkembang menjadi hubungan fisik.
Namun, tidak semua perselingkuhan melibatkan perasaan. Ada pula individu dengan kecenderungan adiksi seksual, di mana dorongan fisik lebih dominan tanpa ikatan emosional.
Dr. Dharmawan juga membedakan antara perselingkuhan yang terjadi karena situasi sesaat dengan yang berulang kali dilakukan.
- Pexels/Timur Weber
Menurutnya, orang yang selingkuh karena terbawa suasana atau kondisi tertentu masih bisa dikategorikan sebagai khilaf.
“Kalau sampai berkali-kali, berarti ada sesuatu yang kurang dalam dirinya. Akhirnya dia mencari-cari, ada dorongan impulsif. Kalau sudah seperti itu, bisa menjadi disfungsi dan menimbulkan distress, dan ini bisa masuk ke ranah gangguan,” paparnya.
Dalam kajian psikoseksual, ada perselingkuhan yang semata didorong oleh nafsu, misalnya ketertarikan pada fisik atau kesenangan berganti-ganti pasangan.
Selain itu, terdapat pula individu dengan masalah kepribadian, khususnya pada kelompok gangguan kepribadian kluster B, yang sangat berkaitan dengan emosi.
Orang dengan kondisi ini cenderung sensitif, mudah marah, mudah tersinggung, dan suasana hatinya cepat berubah.
Ada pula tipe histrionik yang senang diperhatikan dan dipuji, sehingga mudah terlibat permainan perasaan.
- Freepik/stefamerpik
Sementara pada tipe narsistik, individu merasa harus selalu didahulukan, dianggap paling benar, dan ingin diperlakukan spesial.
Ketika menemukan orang yang memenuhi kebutuhan tersebut, keterikatan emosional bisa terjadi dengan cepat.
“Masalah emosional inilah yang sering berhubungan dengan gangguan mental atau kejiwaan,” jelasnya.
Sebagai langkah pencegahan, Dr. Dharmawan menekankan pentingnya kesadaran diri, terutama bagi mereka yang merasa memiliki kecenderungan mudah tergoda.
Salah satu prinsip utama yang perlu ditanamkan adalah menyadari bahwa pasangan bukanlah milik pribadi.
“Intinya, kita harus sadar bahwa pasangan itu bukan milik kita. Kita memilih satu sama lain sebagai kekasih, dan sama-sama layak dihargai,” pungkasnya. (gwn)
Load more