Kolaborasi Sains dan Spiritualitas, Wujud Peran Sentral Tokoh Agama dalam Menjaga Hutan dan Masyarakat Adat
- Ammar Ramzi
Jakarta, tvOnenews.com – Ancaman krisis iklim dan kerusakan hutan tropis semakin mengkhawatirkan bagi kelangsungan bumi. Menangani persoalan ini tidak cukup hanya bergantung pada pendekatan ilmiah dan teknologi.
Nilai-nilai spiritual dan peran tokoh agama serta lembaga keagamaan diyakini memiliki potensi besar dalam menggerakkan aksi kolektif masyarakat.
Menyadari pentingnya kerja sama lintas sektor tersebut, Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia bersama Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Memadukan Sains dan Spiritualitas: Peran Pemuka Agama dalam Perlindungan Hutan dan Masyarakat Adat” pada Sabtu (12/7/2025) di Gedung MUI Pusat, Jakarta.
Acara ini juga disiarkan secara daring melalui Zoom dan diikuti peserta dari berbagai wilayah.
- Ammar Ramzi
Dalam kesempatan itu Fasilitator Nasional IRI Indonesia Dr. Hayu Prabowo yang menjadi narasumber utama menjelaskan bahwa krisis iklim dan rusaknya hutan tropis memerlukan pendekatan yang menyeluruh dari berbagai aspek.
“Sains memberi kita peta jalan, data, dan teknologi. Tapi untuk benar-benar menggerakkan perubahan perilaku, kita membutuhkan suara moral yang kuat. Di sinilah peran pemuka agama dan majelis keagamaan menjadi sangat penting,” ungkap Hayu.
Ia menambahkan bahwa kerusakan lingkungan turut mendorong meningkatnya bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, longsor, hingga badai. Di Indonesia lebih dari 95 persen bencana berkaitan langsung dengan krisis iklim yang diperburuk oleh deforestasi dan degradasi hutan.
“Gerakan lintas agama ini dilakukan untuk mengembangkan konservasi berbasis kearifan lokal, memperkuat kapasitas analisis kebijakan untuk menyusun policy brief berbasis sains dan etika agama untuk kehidupan berkelanjutan,” katanya.
Rangkaian pembekalan seperti ini akan diselenggarakan di semua majelis agama, dimulai dari MUI, lalu menyusul Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), PGI, KWI, PHDI, Permabudhi, dan Matakin.
Dalam sambutannya, Ketua MUI Pusat Bidang Kesehatan dan Lingkungan Dr. KH. Sodikun menegaskan bahwa isu lingkungan hidup menyentuh seluruh aspek kehidupan dan merupakan masalah bersama.
Menurutnya menjaga kelestarian bumi merupakan perintah agama yang menolak kerusakan di muka bumi.
“Pelestarian lingkungan adalah ibadah. Merusak hutan berarti merusak kehidupan generasi mendatang,” ujar Sodikun.
Sementara itu Dr. Suhardin selaku anggota Advisory Council IRI Indonesia sekaligus Sekretaris LPLH SDA MUI Pusat menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari pembangunan gerakan moral dan spiritual yang berkelanjutan.
“Kita ingin memperkuat kapasitas pemuka agama agar mampu menjadi katalis perubahan di tingkat akar rumput. Sinergi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan akan menghasilkan solusi yang lebih holistik,” jelasnya.
Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bidang Politik dan Hukum Erasmus Cahyadi menyoroti bahwa masyarakat adat masih menghadapi diskriminasi, konflik wilayah, dan lemahnya pengakuan hukum akibat tumpang tindih kebijakan sektor serta kurangnya perlindungan hukum.
Ia mengkritisi investasi yang masuk ke wilayah adat karena kerap mengabaikan hak masyarakat, merusak ruang hidup, serta memicu kriminalisasi dan kerusakan budaya.
“UU Masyarakat Adat harus menjadi pijakan keadilan dan pengakuan sejati bagi komunitas adat di seluruh Indonesia,” tegasnya.
- Ammar Ramzi
Selain diskusi kebijakan kegiatan ini juga menghadirkan pembekalan ilmiah dari BMKG dan BRIN. Materi mencakup teknologi penginderaan jauh, prakiraan cuaca dan iklim, serta pemanfaatan data ilmiah dalam mendukung kebijakan kehutanan berbasis komunitas.
Ketua Tim Informasi Iklim BMKG Siswanto, PhD menyampaikan komitmen BMKG dalam mendukung pembangunan yang tangguh terhadap iklim lewat layanan berbasis sains, observasi, dan proyeksi jangka panjang.
BMKG kini mengoperasikan lebih dari 180 stasiun pemantauan dilengkapi teknologi satelit dan pemodelan numerik untuk menyediakan informasi prakiraan cuaca harian, peringatan dini cuaca ekstrem, hingga prediksi iklim dekade mendatang.
Inovasi seperti aplikasi API Khatulistiwa menjadi bagian dari sistem peringatan kebakaran hutan berbasis risiko yang memperkuat FDRS. BMKG juga turut aktif secara global dalam program pemantauan gas rumah kaca seperti GAW dan IG3IS WMO demi mencapai target Net Zero Emission tahun 2060.
Selain itu melalui inisiatif seperti Sekolah Lapang Iklim, BMKG terus mendorong peningkatan pemahaman dan kapasitas adaptasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim.
Dalam sesi ilmiah berikutnya, Kepala Pusat Riset Penginderaan Jauh BRIN Dr. Rahmat Arief menuturkan bahwa teknologi penginderaan jauh sangat membantu dalam memperkuat peran pemuka agama dalam perlindungan hutan dan lingkungan.
Ia menjelaskan bahwa teknologi ini dapat memantau bumi secara luas dan hampir real-time, mulai dari mendeteksi kebakaran hutan, kekeringan, hingga emisi karbon dari lahan gambut.
Dengan memanfaatkan data satelit dan platform seperti Global Forest Watch, SiPongi, dan BRIN Hotspot, pemuka agama dapat memperkuat dakwah lingkungan berbasis sains, menjalin kolaborasi dengan lembaga penelitian dan pemerintah, serta menjadi agen perubahan demi keberlanjutan lingkungan sebagai bagian dari iman.
Kegiatan ini juga menjadi momen peluncuran dua dokumen penting: Panduan Ajaran Agama tentang Hutan Tropis dan Pedoman Peran Rumah Ibadah dalam Perlindungan Hutan.
Kedua dokumen tersebut akan menjadi referensi bagi tokoh agama dalam menyampaikan pesan lingkungan lewat khotbah, pendidikan, hingga kegiatan sosial.
IRI Indonesia meyakini bahwa keterlibatan pemuka lintas agama adalah strategi kunci dalam membentuk kesadaran publik, mendorong perubahan kebijakan, dan menumbuhkan aksi nyata di tengah masyarakat.
“Ini bukan hanya tentang menyelamatkan pohon, tetapi tentang mewariskan bumi yang layak huni kepada anak cucu kita,” tegas Hayu Prabowo.
Acara ini diharapkan menjadi fondasi dari kolaborasi lebih luas antara sektor keimanan dan keilmuan, untuk menciptakan dunia yang adil, berkelanjutan, dan penuh berkah.
Load more