Jakarta - Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Ridwan menjelaskan mengenai kenaikan suku bunga Bank Indonesia yang sebesar 5,75 persen dengan produk terbaru Saving Bond Ritel (SBR).
Dalam hal ini, Deni mengatakan bahwa masyarakat yang telah melakukan pembelian produk SBR012-T2 dan SBR012-T4 masih dapat menikmati potensi kenaikan.
“Ini analisis lah, kalau SBR kan sebetulnya ini masih memberikan kesempatan kepada masyarakat ketika sampai at least semester satu ini ada kemungkinan kenaikan suku bunga Bank Indonesia, dia masih bisa menikmati potensi kenaikan,” kata Deni, saat ditemui di Lipo Mall Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu (21/1/2023).
Begitu pula untuk semester kedua pada tahun 2023 ini jika inflasi kembali turun, bagi investor yang telah membeli SBR012 ini akan berada di floor yang tinggi, jika dibandingkan produk SBR011.
“Tapi di semester dua tahun depan, ketika center bank kemudian mulai perlahan inflasi kembali normal. Mungkin kebijakan itu kembali diturunkan, dan untuk pemilik SBR012 ini sudah terkunci di floor yang tinggi, jika dibandingkan dengan SBR011,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyelenggarakan kegiatan mempromosikan produk baru Saving Bond Ritel.
Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya capaian penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel pada tahun 2020 sebesar Rp 76 triliun, 2021 sebesar Rp 97 triliun, dan 2022 sebesar Rp 107 triliun.
Sehingga pada tahun 2023, pemerintah Indonesia memasang target tinggi pada penerbitan SBN Ritel sebesar Rp 130 triliun melalui seri Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Negara Ritel (SR), Saving Bond Ritel (SBR), dan Sukuk Tabungan (ST), serta Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS).
Mengawali penerbitan SBN Ritel tahun 2023, Pemerintah mulai menawarkan SBR seri SBR012-T2 dan SBR012-T4 (dual tranches) dengan total target awal Rp 10 triliun, dengan masing-masing memiliki tenor 2 tahun kupon 6,15% dan tenor 4 tahun kupon 6,35% pada 19 Januari-9 Februari 2023.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps atau 0,25 persen di bulan Januari 2023. Jika diakumulasikan, dalam 6 bulan berturut-turut Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga sebanyak 2,25 persen menjadi 5,75 persen.
Kenaikan ini tentu berdampak pada pasar finansial hingga sektor rill. Dari pasar finansial, terutama bursa saham, Bank Indonesia bisa mendapat keuntungan besar dari kenaikan suku bunga selama 6 bulan beruntun.
“Kami mengatakan bahwa kenaikan yang 25 bps ini kenaikan secara terukur. Dengan kenaikan 225 bps secara akumulatif sejak Agustus sampai Januari ini, BI menilai kenaikan ini memadai,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo, di Gedung Thamrin Bank Indonesia, Jakarta Pusat, dikutip pada Jumat (20/1/2023).
Hal ini disebabkan tingkat inflasi yang tinggi akibat melonjaknya harga energi, terus menjadi fokus utama perekonomian negara-negara dunia, tak pelak dalam negeri. Untuk itu, BI tengah berupaya meredam inflasi lewat kenaikan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Lebih lanjut, Perry memastikan bahwa kebijakan suku bunga BI ini diarahkan untuk menekan angka inflasi agar kembali pada target BI 2 persen hingga 4 persen pasca penyesuaian harga BBM.
“Kata-kata memadai itu sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi terkait ruang kenaikan bunga ke depan,” pungkasnya. (agr/put)
Load more