“Dalam jangka menengah, energi terbarukan tetap penting. Indonesia tetap mendorongnya dengan berbagai kegiatan. Pemerintah juga akan memberikan insentif seperti insentif fiskal, sehingga proses transisi menuju energi terbarukan akan tercapai dalam waktu tak terlalu lama,” kata Ketua Umum Partai Golkar itu.
Dengan situasi ini, dunia membutuhkan sumber pertumbuhan baru. Salah satu yang paling memungkinkan adalah melalui digitalisasi yang akan semakin pesat pasca pandemi Covid-19 ini.
Wilayah ASEAN memiliki potensi digitalisasi yang besar dan akan mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di tingkat regional.
Sementara itu, Indonesia mempunyai program inklusi keuangan, antara lain mencakup digital financing melalui beragam produk fintech, serta program peningkatan kecakapan masyarakat dengan pelatihan online melalui Kartu Prakerja, yang diharapkan bisa direplikasi oleh negara-negara lainnya di masa depan.
Menurut Menko Airlangga hal yang bisa dicontoh negara lain dari Indonesia adalah reformasi struktural dalam peraturan perundang-undangan.
Pemerintah bersama DPR telah meluncurkan UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020, sehingga kebijakan dan langkah-langkah yang bersifat luar biasa di bidang keuangan negara bisa dilakukan dengan cepat.
Selain itu jjuga UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut World Bank, UU Cipta Kerja adalah upaya reformasi besar yang menjadikan Indonesia lebih kompetitif, serta dapat meningkatkan kualitas SDM, melanjutkan akselerasi pembangunan infrastruktur fisik dan digital, juga pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF).
Selanjutnya, UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang di dalamnya juga mengandung unsur green economy, antara lain tentang pajak karbon yang akan diterapkan pada pertengahan tahun ini.
“Indonesia punya resiliensi lebih dan fleksibilitas untuk merespon risiko ketidakpastian yang muncul di pasar global,” kata Menko Airlangga.
Sebagai tuan rumah KTT G20 pada tahun 2022 ini, Indonesia berusaha menyeimbangkan beragam kepentingan dari seluruh anggota G20, baik negara maju maupun negara berkembang.
Hal ini berlaku dalam pembahasan banyak agenda Sherpa maupun Finance Track, termasuk isu kesehatan, energi, lingkungan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan.
Indonesia juga harus mengedepankan representasi yang setara. Hal ini dilakukan dengan mengundang perwakilan negara berkembang dan negara-negara yang terdampak isu global, misalnya negara di kawasan Pasifik, yang paling merasakan dampak kenaikan tinggi air laut.
Komunikasi rutin yang baik juga sudah dibangun dengan semua Sherpa di G20. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan global terhadap kepemimpinan Indonesia dalam G20. (HW/ree)
Load more