Jakarta - Pemerintah Indonesia mendukung percepatan pemulihan ekonomi global sebagai prioritas dalam Presidensi G20.
Berbagai Kementerian/Lembaga dari pusat dan daerah termasuk swasta terlibat dalam penyelenggaraan berbagai pertemuan Working Groups dan Engagement Groups G20 yang telah berlangsung sejak awal tahun 2022.
Presidensi G20 Indonesia terfokus pada tiga prioritas utama, yakni menata kembali arsitektur kesehatan dunia yang lebih inklusif dengan menjamin ketersediaan vaksin yang lebih merata dan sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif.
“Juga mendorong transformasi ekonomi berbasis digital untuk mendorong UMKM, dan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Live Special TV One dengan tema Presidensi G20, di Jakarta, Senin (27/06/2022).
Prioritas selanjutnya yakni mempercepat transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
Transisi energi bukan hanya harus adil antara kepentingan negara berkembang dan negara maju, tetapi juga harus terjangkau, baik dari sisi teknologi maupun pembiayaannya. Ketiga topik itu akan menjadi panduan bagi para Pemimpin Negara G20 untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang pro rakyat, konkret, dan dapat diimplementasikan.
“Di samping itu, Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan arahan agar Presidensi G20 menghasilkan proyek dan kerja sama ekonomi yang implementatif sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi global,” ujar Airlangga.
Soal transisi energi, Airlangga mengatakan bahwa Presidensi G20 Indonesia salah satunya digunakan untuk mengenalkan skenario Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission di tahun 2060.
“Ada semacam model yang sedang dibahas dengan ADB dan lembaga keuangan lain yakni model yang akan optimal secara ekonomi untuk mempercepat transisi, terutama energi yang berbasis fosil, khususnya PLTU,” ujarnya.
Dalam mengantisipasi kemungkinan krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina, setiap negara termasuk di Eropa mengutamakan energy security. Sebab, mereka akan mengalami musim dingin sehingga membutuhkan diversifikasi suplai energi dari Rusia, misalnya dalam bentuk LNG dan batu bara.
“Dalam jangka menengah, energi terbarukan tetap penting. Indonesia tetap mendorongnya dengan berbagai kegiatan. Pemerintah juga akan memberikan insentif seperti insentif fiskal, sehingga proses transisi menuju energi terbarukan akan tercapai dalam waktu tak terlalu lama,” kata Ketua Umum Partai Golkar itu.
Dengan situasi ini, dunia membutuhkan sumber pertumbuhan baru. Salah satu yang paling memungkinkan adalah melalui digitalisasi yang akan semakin pesat pasca pandemi Covid-19 ini.
Wilayah ASEAN memiliki potensi digitalisasi yang besar dan akan mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di tingkat regional.
Sementara itu, Indonesia mempunyai program inklusi keuangan, antara lain mencakup digital financing melalui beragam produk fintech, serta program peningkatan kecakapan masyarakat dengan pelatihan online melalui Kartu Prakerja, yang diharapkan bisa direplikasi oleh negara-negara lainnya di masa depan.
Menurut Menko Airlangga hal yang bisa dicontoh negara lain dari Indonesia adalah reformasi struktural dalam peraturan perundang-undangan.
Pemerintah bersama DPR telah meluncurkan UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020, sehingga kebijakan dan langkah-langkah yang bersifat luar biasa di bidang keuangan negara bisa dilakukan dengan cepat.
Selain itu jjuga UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut World Bank, UU Cipta Kerja adalah upaya reformasi besar yang menjadikan Indonesia lebih kompetitif, serta dapat meningkatkan kualitas SDM, melanjutkan akselerasi pembangunan infrastruktur fisik dan digital, juga pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF).
Selanjutnya, UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang di dalamnya juga mengandung unsur green economy, antara lain tentang pajak karbon yang akan diterapkan pada pertengahan tahun ini.
“Indonesia punya resiliensi lebih dan fleksibilitas untuk merespon risiko ketidakpastian yang muncul di pasar global,” kata Menko Airlangga.
Sebagai tuan rumah KTT G20 pada tahun 2022 ini, Indonesia berusaha menyeimbangkan beragam kepentingan dari seluruh anggota G20, baik negara maju maupun negara berkembang.
Hal ini berlaku dalam pembahasan banyak agenda Sherpa maupun Finance Track, termasuk isu kesehatan, energi, lingkungan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan.
Indonesia juga harus mengedepankan representasi yang setara. Hal ini dilakukan dengan mengundang perwakilan negara berkembang dan negara-negara yang terdampak isu global, misalnya negara di kawasan Pasifik, yang paling merasakan dampak kenaikan tinggi air laut.
Komunikasi rutin yang baik juga sudah dibangun dengan semua Sherpa di G20. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan global terhadap kepemimpinan Indonesia dalam G20. (HW/ree)
Load more