FSPMI Desak MA Tolak Alasan ‘Disharmonis’ dalam Kasus PHK Pimpinan Serikat Pekerja PT Yamaha Music Manufacturing Asia
- tvOnenews.com/Rilo Pambudi
Jakarta, tvOnenews.com - Perkara pemutusan hubungan kerja (PHK) dua pimpinan serikat pekerja PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) menjadi sorotan seriys Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
Pasalnya, PHK itu dinilai dapat memengaruhi masa depan kebebasan berserikat di Indonesia. Hal tersebut disampaikan FSPMI dalam seminar bertema “Disharmonis Ancam Kaum Buruh” di Hotel Gren Alia, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).
Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pembicara, termasuk Hakim Mahkamah Agung Sugiyanto, Hakim PHI Bandung Sugeng Prayitno, serta Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan, Indra.
Untuk diketahui, perkara ini memasuki tahapan baru setelah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung memutuskan bahwa PHK tersebut tidak sah melalui Putusan Nomor 103/Pdt.Sus-PHI/2025/PN Bdg.
Hakim menyatakan hubungan kerja kedua pimpinan serikat itu dianggap tidak pernah terputus.
Putusan ini sejalan dengan anjuran Disnaker Kabupaten Bekasi dan surat resmi Kementerian Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa perusahaan tidak bisa memecat pekerja hanya berdasarkan laporan polisi.
Meski demikian, pada tahap kasasi muncul kekhawatiran bahwa perusahaan akan kembali menggunakan alasan “disharmonis” untuk menguatkan permohonan PHK.
Dalam berbagai putusan sebelumnya—antara lain Kasasi No. 239 K/2010, 140 K/2016, dan 182 K/2017—Mahkamah Agung telah menegaskan bahwa disharmonis bukan dasar yang sah untuk memecat pengurus serikat pekerja.
FSPMI memandang bahwa jika alasan tersebut diterima MA, maka hal itu dapat membuka celah bagi pengusaha untuk memberhentikan pengurus serikat secara semena-mena.
Karena itu, seminar ini dianggap sebagai momentum penting untuk memastikan putusan kasasi benar-benar mencerminkan perlindungan hukum yang adil bagi hubungan industrial.
Dalam forum tersebut, Ketua Umum Sektor Elektronik FSPMI, Abdul Bais, menyampaikan sikap resmi organisasi. Ia menegaskan bahwa hasil seminar menguatkan keyakinan bahwa putusan kasasi seharusnya mengafirmasi Putusan PHI Nomor 103 Tahun 2025.
“PHK ini tidak sah. Sudah ada keputusan Menteri Ketenagakerjaan yang menyatakan pasal dalam PKB yang dijadikan dasar PHK tidak bisa dipakai untuk memutus hubungan kerja,” kata Abdul Bais.
Ia juga menyampaikan bahwa anjuran Disnaker Kabupaten Bekasi dan putusan PHI telah memerintahkan PT YMMA untuk mempekerjakan kembali dua pimpinan serikat, yaitu Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah.
Terkait alasan disharmonis, Abdul Bais kembali menegaskan bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan karena yurisprudensi MA sudah berkali-kali menolaknya.
“Putusan Kasasi Nomor 239 Tahun 2010, Nomor 120 Tahun 2016, dan Nomor 182 Tahun 2017 sudah jelas menyatakan alasan itu tidak sah dijadikan dasar PHK,” ujarnya.
Ia meminta Mahkamah Agung memprioritaskan perkara ini karena menyangkut kelangsungan organisasi serikat pekerja di perusahaan.
Menurutnya, kriminalisasi serta penggunaan alasan yang tidak sesuai aturan dapat membuka peluang pemecatan sewenang-wenang terhadap ketua atau pengurus PUK lainnya.
Abdul Bais menambahkan bahwa disharmonis tidak tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan maupun regulasi terkait sebagai dasar PHK, dan dari perspektif peradilan pun hal tersebut hanya dapat dipertimbangkan bila ada pihak yang jelas-jelas melakukan pelanggaran.
“PHK tanpa kesalahan tidak bisa dibenarkan hanya dengan dalih disharmonis,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Abdul Bais memastikan bahwa FSPMI akan terus mengawal proses kasasi hingga putusan final. Aksi lapangan dan demonstrasi pun siap dilakukan demi menuntut keadilan.
“Kami sudah melaporkan kasus ini ke Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, dan DPR RI untuk dilakukan RDP. Kami akan mengawal sampai tuntas,” tandasnya. (rpi)
Load more