BPOM Ajukan Tambahan Anggaran Rp2,6 Triliun, Mau Dipakai untuk Apa Saja?
- YouTube/TVR
Jakarta, tvOnenews.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyampaikan kebutuhan tambahan anggaran sebesar Rp2,605 triliun guna melaksanakan program prioritas nasional secara optimal.
Usulan tambahan anggaran tersebut disampaikan Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam rapat bersama DPR di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Menurutnya, kebutuhan tambahan dana itu penting agar program pemerintah di bidang kesehatan dan gizi bisa berjalan sesuai target.
Taruna Ikrar menegaskan, keterbatasan anggaran berpotensi menghambat pelaksanaan sejumlah kegiatan strategis yang menjadi bagian dari fungsi utama BPOM dalam melindungi masyarakat.
Ia pun merinci sekitar Rp838 miliar dibutuhkan untuk mendukung program prioritas, seperti penyediaan Makanan Bergizi Gratis (MBG), Program Keluarga Harapan, eliminasi tuberkulosis (TBC), hingga pengelolaan sampah.
Sementara itu, Rp1,872 triliun lainnya dialokasikan untuk pelaksanaan tugas pokok BPOM.
Dana ini meliputi kegiatan pemeriksaan sarana, penyusunan standar, penindakan, uji laboratorium, pengembangan SDM, serta penyusunan regulasi.
Ia juga menyinggung kebutuhan dana alokasi khusus (DAK) non-fisik untuk bantuan operasional kesehatan.
Dari DAK tersebut, Rp46 miliar dialokasikan bagi pengawasan pre-market dan post market produk industri rumah tangga (PIRT), serta Rp29 miliar untuk pengawasan apotek dan toko obat.
"Jadi dengan demikian, dari dana alokasi khusus ini juga, Badan POM saya yakin bisa berkontribusi secara nasional, bukan hanya di pusat," ujarnya dalam Raker.
Taruna menjelaskan, pagu anggaran BPOM tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp2,25 triliun.
Dari jumlah tersebut, 78,81 persen dialokasikan untuk belanja operasional, termasuk gaji, tunjangan, dan pemeliharaan kantor.
Adapun 21,19 persen sisanya untuk pelaksanaan tugas BPOM dan program prioritas presiden, seperti uji sampel dan pelatihan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Namun, keterbatasan anggaran membuat BPOM harus menurunkan target pengawasan pada 2026. Misalnya, target pemeriksaan sampel makanan yang semula 18.114 unit pada 2025, berkurang drastis 87 persen menjadi hanya 2.399 unit.
Begitu pula penyidikan kasus obat dan makanan yang awalnya 182 perkara, turun menjadi 31 perkara.
Taruna mengingatkan, jika anggaran pengawasan terbatas, banyak risiko yang bisa muncul. Hal itu meliputi meningkatnya masalah kesehatan, melonjaknya biaya penanganan penyakit, terhambatnya pembangunan manusia, maraknya peredaran produk ilegal, hingga menurunnya kepercayaan publik.
Load more