Tiga Fakta soal Beras Premium yang Dibubarkan: Dari Temuan Mengejutkan hingga Ancaman Hukum Berat
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Dugaan manipulasi mutu beras premium kembali mencuat setelah Satgas Pangan Bareskrim Polri menetapkan hasil uji laboratorium terhadap lima merek beras terkenal yang dianggap tidak sesuai standar mutu pemerintah. Temuan ini menjadi landasan kuat bagi polisi untuk meningkatkan status hukum kasus dari penyelidikan ke penyidikan.
Lima merek yang disebutkan adalah Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, Setra Pulen, Sania, dan Jelita. Merek-merek ini diproduksi oleh berbagai perusahaan, termasuk PT Food Station Tjipinang Jaya (FST) yang merupakan BUMD milik Pemprov DKI Jakarta.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, menyampaikan bahwa proses penegakan hukum terus berjalan, termasuk penggeledahan di empat lokasi, pemeriksaan terhadap 14 saksi dan ahli, serta pengumpulan bukti digital.
Pelanggaran ini bukan hanya menyangkut mutu, tapi juga berat kemasan dan harga jual yang melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). Berdasarkan data Kementerian Pertanian, temuan tersebut menunjukkan kerugian konsumen bisa mencapai Rp99,35 triliun per tahun.
Tiga Fakta Kunci: Dari Penyimpangan Produksi hingga Ancaman Pidana
Temuan ini membuka tabir persoalan lebih dalam. Dari pengoplosan terselubung hingga pasal pencucian uang yang mengintai, berikut ini deretan fakta yang tak bisa lagi diabaikan.
1. Food Station dan Empat Merek Lain Terseret Dugaan Manipulasi
Salah satu fokus utama dari penyidikan ini adalah dugaan bahwa sejumlah merek beras premium tidak sesuai dengan label yang tertera di kemasan. Produk dari FST seperti Setra Pulen, Setra Ramos Merah, dan Setra Ramos Biru tercatat dalam daftar beras yang diuji dan dinyatakan tidak sesuai label. Bersama FST, perusahaan seperti PT PIM dan Toko SY juga diperiksa. Semua merek tersebut dijual sebagai beras premium, namun komposisinya tidak memenuhi kriteria mutu, termasuk butir patah dan kandungan beras utuh yang tak seimbang.
2. Proses Produksi Gunakan Teknologi Modern dan Tradisional
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa proses pencampuran (oplosan) dilakukan dengan berbagai metode. Dalam keterangan resmi, proses tersebut dijalankan baik secara manual maupun dengan mesin modern. Helfi menegaskan, pencampuran beras memang diperbolehkan, namun harus memenuhi standar. Untuk beras premium, misalnya, butir kepala harus mencapai minimal 85 persen, dan butir patah tidak boleh lebih dari 15 persen. Namun fakta di lapangan menunjukkan penyimpangan tajam.
3. Ancaman Hukum Berat: Perlindungan Konsumen dan TPPU
Pihak kepolisian tidak main-main dengan dugaan pelanggaran ini. Bareskrim Polri akan menjerat pelaku dengan Pasal 62 junto Pasal 8 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Penyidik masih mendalami apakah pertanggungjawaban akan dikenakan pada individu atau korporasi.
Saat ini, penyidik telah mengantongi hasil uji laboratorium dan menyita lebih dari 200 ton beras, sertifikat legalitas, dan dokumen lain yang menjadi bukti.
Prabowo Subianto: Jangan Main-main dengan Rakyat!
Presiden Prabowo Subianto menyebut praktik pengoplosan beras sebagai pengkhianatan terhadap rakyat dan negara. Ia memerintahkan aparat hukum bertindak tegas, bahkan memberi ultimatum kepada pelaku untuk mengembalikan kerugian negara atau pabrik beras mereka akan ditutup.
“Kalau tidak bisa mengembalikan, kita tutup itu penggilingan-penggilingan padi yang brengsek itu,” tegas Prabowo dalam pidatonya.
Pemprov DKI dan DPRD Bergerak: Panggil Food Station, Desak Audit
Respons cepat juga datang dari level pemerintah daerah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah tegas dengan menjadwalkan pertemuan dengan pihak PT Food Station Tjipinang Jaya pada Selasa sore (22/7/2025), menyusul masuknya nama perusahaan itu dalam daftar penyidikan.
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta bidang komunikasi, Chico Hakim, menjelaskan bahwa pemanggilan ini bertujuan untuk memastikan proses berlangsung secara terbuka. “Kita ingin semuanya transparan. Food Station tetap menjalankan fungsinya, tapi proses hukum jalan terus,” kata Chico.
Chico juga menegaskan bahwa Food Station tetap beroperasi normal sebagai pemasok pangan bagi warga Jakarta, meski proses hukum sedang berjalan.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, juga menegaskan rencana pemanggilan manajemen FST ke Komisi B. DPRD mendorong dilakukannya audit independen dan meminta penjelasan utuh dari perusahaan pelat merah itu.
Pramono Anung: Jangan Ada yang Ditutup-tutupi
Menanggapi situasi yang berkembang, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan sikap tegasnya. Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum.
“Semua harus bertanggung jawab. Keterbukaan itu penting. Jika Food Station merasa tidak melakukan seperti yang dituduhkan, maka harus dijelaskan secara terbuka,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/7).
Ia juga memberi arahan kepada jajarannya untuk bersikap jujur dan tidak menyembunyikan informasi jika memang ada kesalahan. Sebaliknya, bila tuduhan tidak terbukti, maka fakta sebenarnya harus disampaikan secara jelas.
“Kalau kalian semua tidak melakukan seperti apa yang dipikirkan, ya harus disampaikan apa adanya,” ujarnya.
Namun, Pramono menegaskan bahwa ia tidak akan ikut campur dalam proses hukum. “Kalau sudah masuk ke proses hukum, itu urusan aparat penegak hukum. Saya tidak akan intervensi,” tegasnya.
Menanti Ketegasan Penegakan Hukum dan Transparansi Total
Dengan status kasus yang kini masuk tahap penyidikan dan perhatian dari berbagai pihak termasuk Presiden, publik menantikan langkah konkret Satgas Pangan dan transparansi dari pihak Food Station. Apakah perusahaan pelat merah ini hanya korban sistem, atau benar-benar terlibat aktif dalam praktik manipulasi mutu?
Satu hal yang pasti, masyarakat sebagai konsumen tidak boleh kembali menjadi korban permainan curang dalam sektor pangan. (nsp)
Load more