Inilah Produk RI yang Bisa Masuk AS dengan Tarif Nyaris 0%, Menko Airlangga Ungkap Update Kesepakatan dengan Amerika Serikat
- Kemenko Perekonomian
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membeberkan sejumlah komoditas Indonesia yang bisa masuk ke Amerika Serikat dengan tarif hampir 0 persen.
Sebagaimana diketahui, Presiden Donald Trump sebelumnya telah merestui kesepakatan tarif impor Amerika Serikat sebesar 19% terhadap barang-barang asal Indonesia, dari sebelumnya mencapai 32%.
Namun demikian, Menko Airlangga mengungkap ada beberapa komoditas unggulan dari Indonesia berpotensi mendapatkan tarif jauh lebih rendah.
Produk-produk itu antara lain adalah komoditas yang tidak tersedia secara alami atau tidak diproduksi di Amerika Serikat.
“Secara umum, Joint Statement menggambarkan kesepakatan yang telah dibahas dan Amerika Serikat menunjukkan poin-poin penting dan komitmen politik, baik Indonesia maupun Amerika yang akan menjadi dasar perjanjian perdagangan nanti. Nah, tentu akan dilanjutkan dengan pembahasan lanjutan yang menyangkut kepentingan kedua negara,” kata Menko Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (25/7/2025).
Saat ini, perundingan terkait detail teknis masih akan terus dilakukan untuk menyepakati sejumlah poin kepentingan.
Salah satunya adalah terkait dengan daftar barang asal Indonesia yang akan mendapatkan tarif resiprokal lebih rendah dari 19% hingga mendekati 0%.
Komoditas unggulan yang dimaksud itu antara lain kelapa sawit, kopi, kakao, produk agro dan produk mineral lainnya, komponen pesawat terbang dan produk industri dari kawasan tertentu.
Adapun hingga saat ini, AS sendiri merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia dengan pangsa pasar ekspor hingga mencapai 11,22% pada tahun 2024.
Selain itu, AS juga menduduki posisi strategis sebagai negara asal penanaman modal asing sebesar USD3,7 miliar pada tahun 2024.
Beberapa Hal Lain soal Joint Statement RI-AS
Menko Airlangga kemudian juga menyampaikan bahwa mineral kritis menjadi bagian dari industrial commodities, di mana Indonesia menyepakati kerja sama komoditas hasil industri dalam bentuk produk mineral kritis yang telah melalui proses produksi atau tidak lagi sebagai barang mentah (ore).
Selanjutnya, untuk pembiayaan investasi termasuk pada bidang mineral kritis tersebut, disebutkan bahwa Danantara melakukan kerja sama dengan Development Finance Corporation (DFC).
Menko Airlangga menambahkan, Indonesia terus terbuka terhadap investasi dari berbagai negara untuk mendorong sektor strategis, termasuk investasi dari AS tersebut.
Terkait impor bahan pangan, Menko Airlangga menyebutkan bahwa komoditas yang dilakukan impor merupakan komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri seperti kedelai, gandum, dan kapas.
Komoditas tersebut juga digunakan untuk kebutuhan produksi pangan pada sektor makanan dan minuman, dalam rangka menjaga stabilitas inflasi (volatile food).
Selain itu, terkait penerapan perizinan impor dan Neraca Komoditas lebih ditujukan untuk mengatur mekanisme supply and demand, sehingga pelaksanaan impor pangan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan nasional.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga menyebutkan bahwa pihak AS juga memberikan komitmen melakukan rencana investasi di Indonesia, di antaranya yakni kerja sama pembangunan fasilitas CCS senilai USD10 miliar dengan ExxonMobil, pusat data di Batam senilai USD6,5 miliar dengan Oracle, infrastruktur cloud dan AI senilai USD1,7 miliar dengan Microsoft, pengembangan AI dan cloud di Indonesia senilai USD5 miliar dengan Amazon, hingga fasilitas produksi CT scanner pertama di Indonesia senilai Rp178 miliar dengan General Electric (GE) Healthcare.
Melalui kesepakatan perdagangan dengan AS tersebut, Indonesia berharap akan mampu meningkatkan daya saing, inovasi, capacity building, Research and Development (R&D), perkembangan digital ekonomi, penguatan logistik interkoneksi antar pulau yang lebih efisien, serta peningkatan perdagangan dan Investasi.
“Apa yang dilakukan Pemerintah melalui kerja sama dengan Amerika adalah menjaga kesimbangan internal dan eksternal, agar neraca perdagangan terjaga dan momentum ekonomi serta penciptaan lapangan kerja bisa terjamin. Seperti yang kita tahu kalau 32% artinya tidak ada dagang, sama dengan dalam tanda kutip embargo dagang dan itu satu juta pekerja di sektor padat karya bisa terkena hal yang tidak diinginkan,” pungkas Airlangga. (rpi)
Load more