Yusril Akui Ekstradisi Paulus Tannos Berlarut, Singapura Dinilai Jadi Kendala
- tvOnenews.com/Abdul Gani Siregar
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, mengakui bahwa proses ekstradisi tersangka kasus e-KTP, Paulus Tannos, dari Singapura berlangsung lama dan berbelit.
“Kita tahu bahwa negara-negara yang menganut hukum anglo saxon, itu proses ekstradisi itu panjang,” ujar Yusril di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Yusril menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah memilih jalur ekstradisi berdasarkan perjanjian bilateral dengan Singapura, bukan melalui mutual legal assistance (MLA) atau kerja sama kepolisian antarnegara (police to police cooperation).
Ia menambahkan, karena jalur ekstradisi telah ditempuh, proses kini berada dalam yurisdiksi pengadilan Singapura. Proses hukum itu, lanjutnya, bisa memakan waktu panjang lantaran memungkinkan banding hingga kasasi.
“Karena ekstradisi, akan panjang ceritanya, dan mungkin ada selisih mengenai status kewarganegaraan, tapi pemerintah sudah memutuskan dia warga negara Indonesia,” tegas Yusril.
Meski Paulus Tannos menolak diekstradisi, Yusril menegaskan hal itu tidak serta-merta bisa menghentikan proses hukum. Jika pemerintah Singapura mengabulkan permintaan ekstradisi, maka Tannos harus dipulangkan ke Indonesia.
“Ekstradisi itu kewenangan negara. Jadi, kalau Singapura mengabulkan ekstradisi, dia dipaksa ekstradisi ke sini. Dia enggak bisa bilang enggak mau,” ucapnya.
Diketahui, Paulus Tannos telah menjalani sidang pendahuluan ekstradisi atau commital hearing di Pengadilan Singapura pada 23–25 Juni 2025.
Namun sidang tersebut belum menghasilkan keputusan final karena masih membahas keberatan dari pihak Tannos.
Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, menjelaskan pada 25 Juni bahwa kuasa hukum Tannos menyatakan keberatan atas dasar pertentangan perjanjian ekstradisi Indonesia–Singapura dengan UU Ekstradisi Singapura.
Menurut Suryo, pihak Tannos juga berencana mengajukan saksi-saksi tambahan untuk memperkuat keberatannya. Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 7 Agustus 2025. (Agr/rpi)
Load more