Harga Minyak Brent Naik ke US$81,40, Rekor Tertinggi dalam Lima Bulan
- ANTARA/Shutterstock/aa.
Dalam laporan terbarunya, Goldman Sachs memperkirakan bahwa jika aliran minyak melalui Selat Hormuz terhenti hingga 50 persen selama sebulan, harga Brent bisa melonjak hingga US$110 per barel. Bahkan setelah itu pun, mereka memperkirakan pasokan global tetap akan terganggu hingga 10 persen selama 11 bulan berikutnya.
Meski begitu, bank investasi asal AS itu menyatakan belum memperkirakan terjadinya gangguan besar atau berkepanjangan terhadap pasokan minyak dan gas secara global, seraya mencatat bahwa berbagai negara memiliki insentif kuat untuk mencegah krisis energi meluas.
Harga Sudah Naik Sejak Awal Konflik
Sejak Israel memulai serangan ke Iran pada 13 Juni lalu, Brent telah naik 13 persen, sementara WTI melonjak sekitar 10 persen. Ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap konflik yang semakin menjalar dan tidak terduga.
Namun, penutupan penuh Selat Hormuz juga dianggap sebagai pedang bermata dua bagi Iran. Seperti dijelaskan Sachdeva, penutupan tersebut juga akan merusak ekonomi Iran sendiri, mengingat ekspor minyak merupakan sumber utama pendapatan nasional mereka.
Respons Internasional: Seruan De-eskalasi dan Diplomasi
Sementara itu, Jepang menyerukan de-eskalasi konflik dan menekankan pentingnya stabilitas di kawasan. Wakil Menteri Industri Korea Selatan juga menyampaikan keprihatinan bahwa serangan terhadap Iran dapat mengganggu perdagangan dan pasokan energi negaranya.
Dalam upaya diplomasi, Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan bertemu Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi di Moskow pada Senin, menurut laporan kantor berita Interfax yang mengutip keterangan pejabat Kremlin.
Ketegangan geopolitik Timur Tengah kali ini bukan sekadar pertarungan militer, tetapi juga pertarungan pengaruh di jantung perekonomian dunia: energi. Pasar global kini menanti dengan napas tertahan — akankah Iran membalas, atau dunia akan berhasil menarik rem darurat sebelum terlambat? (reu/nsp)
Load more