Baru Beres Aceh-Sumut, Giliran Sengketa 13 Pulau di Trenggalek-Tulungagung yang Memanas: Ada Migas di Laut Selatan Jatim?
- Google Maps
Jakarta, tvOnenews.com - Baru saja reda ketegangan sengketa 4 pulau di Aceh dan Sumatera Utara, kini mencuat perkara serupa yang terjadi di Jawa Timur.
Sengketa tersebut terkait dengan kepemilikan 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung, Jatim.
Polemik kepemilikan 13 pulau tersebut kini telah mendapatkan respons dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), DPR RI, hingga DPRD.
Sengketa wilayah ini memicu perhatian serius pemerintah, mengingat persoalan batas daerah kerap memunculkan konflik berkepanjangan bila tidak ditangani secara tepat.
Oleh karena itu, berkaca pada kasus Aceh-Sumut, Kemendagri menyatakan akan tengah melakukan evaluasi secara cermat dan penuh kehati-hatian dalam kasus 13 pulau di Pantai Selatan Jatim ini.
"Tentu kami hati-hati, tidak saja soal data geografis, tapi historis dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri," ujar Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto di Jakarta, dikutip Minggu (22/6/2025).
Proses peninjauan yang perlu dilakukan tentu tidak hanya menyangkut data administratif dan geografis saja.
Pemerintah mestinya juga mempertimbangkan catatan historis serta kesepakatan masa lalu yang berkaitan dengan penguasaan wilayah di kawasan tersebut.
Menurut Bima, saat ini pihaknya masih meneliti berbagai dokumen yang dikirimkan oleh pemerintah kabupaten masing-masing.
Baik Pemkab Trenggalek maupun Pemkab Tulungagung telah menyampaikan data versi mereka, dan seluruh informasi tersebut tengah diverifikasi secara menyeluruh oleh Kemendagri.
"Pasti nanti kami pelajari soal dokumennya, perkembangannya," ujarnya.
Sebelumnya, masalah ini juga menjadi perhatian Komisi II DPR RI yang menyoroti urgensi penanganan masalah batas wilayah antar daerah yang melibatkan pulau-pulau kecil.
Anggota Komisi II, Mohammad Toha, mendesak Kemendagri untuk bertindak proaktif dalam melakukan pendataan serta pemetaan atas pulau-pulau yang status kepemilikannya belum jelas atau berpotensi disengketakan.
"Kemendagri harus proaktif mendata dan memetakan pulau-pulau yang berstatus tidak jelas atau disengketakan,” kata Toha dalam pernyataannya, Jumat (20/6/2025).
Ia menilai, konflik batas wilayah seperti ini berpotensi berkembang menjadi konflik sosial, jika tidak segera diatasi sejak dini.
Kejelasan administrasi terhadap pulau-pulau kecil dinilai sangat penting untuk menghindari ketegangan antarwilayah yang dapat berdampak negatif pada pelayanan publik maupun pembangunan daerah.
“Kalau dibiarkan, ini bisa menimbulkan ketegangan antardaerah, bahkan bisa mengganggu pelayanan publik dan pembangunan wilayah karena itu Kemendagri harus segera turun tangan, menengahi, dan menyelesaikan sengketa yang ada,” tegasnya.
Toha juga menyebut bahwa hingga saat ini, masih banyak wilayah perairan yang menjadi sumber sengketa.
Selain 13 pulau di Jawa Timur, terdapat pula tujuh pulau di kawasan Pekajang yang diperebutkan antara Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.
"Kemendagri harus bijak dalam menyelesaikan sengketa pulau. Pemerintah harus mengedepankan fakta dan sejarah kepemilikan pulau tersebut," tambahnya.
DPRD Jawa Timur Buka Suara
Di lain pihak, Wakil Ketua DPRD Jatim, Deni Wicaksono mengatakan bahwa pihaknya meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar tidak bersikap pasif terkait sengketa batas wilayah 13 pulau di laut selatan Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung.
“Pemprov tidak boleh lepas tangan. Ini soal kredibilitas tata kelola wilayah. Kalau dulu setuju pulau itu masuk Trenggalek, ya sekarang harus dikawal,” beber Deni.
Ia menilai, penetapan wilayah administratif 13 pulau tersebut melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 300 Tahun 2025, dinilai mengabaikan fakta sejarah dan kesepakatan lintas lembaga yang sebelumnya telah dibuat.
Deni menegaskan, pada rapat resmi 11 Desember 2024 yang digelar di Gedung Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri telah secara sah menyepakati bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Trenggalek.
Dalam rapat tersebut dihadiri oleh berbagai lembaga nasional seperti Kemendagri, Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Pemprov Jatim.
“Sudah ada berita acara kesepakatan yang jelas dan resmi, menyatakan bahwa 13 pulau itu masuk Trenggalek. Tapi mengapa dalam Kepmendagri terbaru justru dipindahkan ke Tulungagung? Ada apa sebenarnya dengan pulau-pulau ini?” beber Deni.
Deni menyebut adanya indikasi potensi sumber daya alam yang signifikan di wilayah sengketa tersebut. Beberapa laporan mengatakan ada kemungkinan terdapat kandungan minyak dan gas, yang patut dicurigai sebagai faktor di balik keputusan pemindahan wilayah administratif pulau-pulau tersebut.
“Kalau benar ada indikasi migas, jangan sampai ini jadi ajang rebutan diam-diam yang melukai rasa keadilan masyarakat. Ini bukan soal siapa yang berkuasa, tapi siapa yang berhak,” ungkap politisi PDIP itu.
Oleh karenanya, pihaknya mendorong agar keputusan Kemendagri segera direvisi, mengingat Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang bagi perubahan keputusan pejabat tata usaha negara jika ditemukan kekeliruan atau ketidaksesuaian data.
“Jangan sampai seperti ini terus. Pemerintah pusat harus berani mengoreksi jika ada kekeliruan. Pulau ini bisa jadi sumber konflik di masa depan jika dibiarkan,” katanya.
Bahkan, Deni pun mendorong agar keputusan Kemendagri segera direvisi, mengingat Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang bagi perubahan keputusan pejabat tata usaha negara jika ditemukan kekeliruan atau ketidaksesuaian data.
“Jangan sampai seperti ini terus. Pemerintah pusat harus berani mengoreksi jika ada kekeliruan. Pulau ini bisa jadi sumber konflik di masa depan jika dibiarkan,” pungkasnya. (ant/rpi/aag)
Load more