Eratex Djaja (ERTX) Milik Konglomerat Maniwanen Digugat PKPU, Raksasa Tekstil Ungaran Bakal Susul Nasib Sritex?
- Eratex
Jakarta, tvOnenews.com – Perusahaan tekstil ternama asal Jawa Tengah, PT Eratex Djaja Tbk, resmi digugat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh CV Pacific Indojaya.
Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Kamis, 12 Juni 2025.
Perkara ini tercatat dengan nomor 154/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst. Adapun surat permohonan gugatan diajukan pada Rabu, 4 Juni 2025.
Dalam perkara ini, CV Pacific Indojaya bertindak sebagai pemohon, sementara PT Eratex Djaja Tbk sebagai termohon.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I tahun 2025, PT Eratex Djaja masih memiliki kewajiban utang sebesar US$90.137 kepada CV Pacific Indojaya.
Nilai tersebut sebenarnya tergolong kecil jika dibandingkan dengan total kewajiban utang kepada pihak ketiga lainnya yang tercatat dalam neraca keuangan perusahaan.
Hingga kini, isi petitum permohonan belum dipublikasikan secara resmi di laman pengadilan.
Meski demikian, perkara ini telah tercatat dan diumumkan kepada publik, serta tidak diajukan secara prodeo.
Sebagai informasi, Eratex sendiri merupakan raksasa tekstil yang dimiliki oleh konglomerat Maniwanen yang pabriknya berada di Ungaran, Jawa Tengah.
Maniwanen adalah Direktur Utama dari PT Ungaran Sari Garments yang merupakan pemegang saham utama dan pengendali Perseroan.
Ia masuk dalam pengurusan Perseroan untuk pertama kalinya di PT Eratex Djaja Tbk sebagai Komisaris Utama sejak Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tanggal 20 Oktober 20211.
Pengangkatan kembali yang terakhir sebagai Komisaris Utama Perseroan dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tanggal 29 Juli 2022 sebagaimana termuat dalam Akta no.156 tanggal 26 Agustus 2022 yang dibuat dihadapan Sitaresmi Puspadewi Subianto, S.H., M.Kn., Notaris di Surabaya.
Apakah Bakal Susul Nasib Sritex?
Sebagai salah satu pabrik garmen terbesar di Indonesia, kondisi yang dialami Eratex saat ini seolah mirip dengan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dahulu sebelum dipailitkan.
Jika kilas balik ke belakang, awal mula kejatuhan Sritex terjadi pada tahun 2021 silam setelah tidak mampu membayar tagihan utang sindikasi senilai US$350 juta.
Sritex saat itu mengatakan utang tersebut akan diajukan untuk direstrukturisasi.
Kondisi finansial itu mendorong kreditur lain untuk mengajukan PKPU. Sejumlah kreditur yang mengajukan PKPU tersebut antara lain CV Prima Karya, Bank QNB Indonesia, PT Swadaya Graha dan PT Rayon Utama Makmur (RUM), serta PT Indo Bahari Ekspress.
Pada Mei 2021, PT Sritex pun resmi dinyatakan PKPU dengan nilai tagihan kurang lebih senilai Rp12,9 triliun dalam putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021 /PN.Niaga.Smg. Permohonan PKPU yang diajukan oleh CV Prima Karya pada Senin, (19/4/2021), tersebut turut menyertakan tiga anak perusahaan Sritex yakni PT Sinar Pantja Djaja selaku Termohon PKPU II; PT Bitratex Industries selaku Termohon PKPU III; dan PT Primayudha Mandirijaya selaku Termohon PKPU IV.
Pada Januari 2022, rencana perdamaian yang ditawarkan PT Sritex diterima oleh kreditur dan disahkan dalam putusan homologasi.
Namun setelah 2 tahun berlalu, putusan homologasi tersebut dimohonkan pembatalannya karena PT Sritex tidak mampu memenuhi isi perjanjian perdamaian yang sudah disepakati bersama.
Gugatan PKPU yang terjadi pada Eratex saat ini mungkin belum seberapa jika dibandingkan dengan Sritex. Namun, apakah ini menjadi tanda-tanda lesunya sektor tekstil?
Serta akankah Eratex akan senasib dengan Sritex? Menarik dinantikan kelanjutan PKPU ini. (rpi)
Load more