Mobil Dinas Pejabat Tembus Rp 931 Juta! Pemerintah Dalih: Itu Cuma Batas Atas, Bukan Wajib Habis
- antara
Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah kembali memicu sorotan tajam publik. Kali ini, lewat kebijakan kenaikan biaya pengadaan kendaraan dinas pejabat eselon I yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025. Nilainya tidak main-main: Rp 931.648.000 per unit. Angka ini mendekati satu miliar rupiah—untuk satu mobil dinas.
Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya—PMK Nomor 39 Tahun 2024—biaya tersebut melonjak dari Rp 878.913.000. Kenaikan ini langsung menuai kritik sebagai bentuk pemborosan anggaran, terlebih di tengah wacana efisiensi dan penghematan belanja negara yang terus digaungkan.
Namun, pemerintah punya narasinya sendiri.
“Itu standar saja, bukan berarti harus dibelanjakan sebesar itu,” tegas Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (10/6/2025).
Menurut Prasetyo, penetapan standar biaya bukan berarti setiap instansi akan otomatis menggelontorkan dana sebesar itu untuk mobil dinas. Nilai tersebut hanyalah acuan maksimal, bukan batas yang wajib dihabiskan. Dengan kata lain, pengadaan tetap bisa dilakukan di bawah nilai standar, selama sesuai kebutuhan dan efisiensi.
Pernyataan ini menjadi respons atas kritik publik yang menilai pengadaan mobil dinas seharga hampir Rp 1 miliar sebagai bentuk inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam mengendalikan pengeluaran belanja barang mewah.
Prasetyo menegaskan kembali bahwa prinsip efisiensi bukan berarti menghentikan seluruh aktivitas belanja, tetapi lebih pada mengarahkan anggaran pada hal-hal yang benar-benar produktif.
“Efisiensi itu kan filosofinya adalah diperuntukkan kegiatan yang lebih produktif,” ujarnya.
Meski pemerintah menekankan bahwa nilai Rp 931 juta hanyalah batas atas, publik tetap bertanya-tanya: jika efisiensi adalah prioritas, mengapa batasnya terus naik? Dan seberapa sering instansi betul-betul membelanjakan di bawah standar?
Untuk sekarang, jawaban itu mungkin hanya bisa diukur melalui transparansi realisasi anggaran dan pengawasan publik yang lebih ketat. (nsp)
Load more