Wajib Tahu! Ini Cara Resmi Menghitung Royalti Lagu Sesuai Undang-Undang
- YouTube/DeddyCorbuzier
Jakarta, tvOnenews.com – Lagu bukan sekadar hiburan. Di balik dentuman nada dan lirik yang merdu, tersimpan kekuatan hukum yang bisa menjatuhkan siapa saja. Kasus terbaru yang melibatkan penyanyi Vidi Aldiano dan musisi legendaris Keenan Nasution membuktikan: satu lagu bisa mengantar Anda ke ruang sidang—dan berujung tagihan miliaran rupiah.
Pertarungan hukum ini membongkar lapisan-lapisan rumit soal Hak Cipta di Indonesia. Hak eksklusif atas karya cipta kini bukan hanya soal pengakuan nama, melainkan juga soal uang—besarannya bisa mencengangkan.
UU Hak Cipta: Bukan Sekadar Nama Tercantum di Album
Indonesia mengatur hak cipta melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, didukung sejumlah peraturan pelaksana, termasuk:
-
PP 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik
-
PER-1/PJ/2023 tentang Pajak atas Royalti
Dalam skema hukum ini, pencipta lagu memiliki dua hak utama: hak moral (pengakuan sebagai pencipta) dan hak ekonomi (keuntungan dari penggunaan karyanya).
Hak ekonomi ini dilindungi secara sistematis oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang mengatur pungutan royalti dan membaginya kepada pencipta melalui lembaga perwakilan.
Begini Cara Royalti Dihitung
Tidak ada lagu gratis—terutama jika digunakan untuk meraup untung. Royalti dihitung berdasarkan:
-
Jenis penggunaan (live, digital, TV, dll)
-
Durasi pemakaian
-
Jumlah penonton atau penghasilan
-
Tarif resmi dari LMKN
Contoh:
Sebuah konser menghasilkan penjualan tiket Rp500 juta. Bila tarif royalti LMKN ditetapkan 2%, maka promotor wajib menyetor Rp10 juta kepada pemilik lagu.
Ada juga tarif tetap. Misalnya Rp1 juta per lagu per pertunjukan. Jika seorang penyanyi membawakan 5 lagu dalam satu konser, total royalti bisa mencapai Rp5 juta—dan itu hanya dari satu panggung.
Pajak Tidak Ketinggalan Mengintai
Royalti tidak bebas pajak. Berdasarkan aturan terbaru dari Ditjen Pajak, penghasilan royalti dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%, dengan ketentuan khusus untuk individu (dihitung dari 40% penghasilan bruto). Hasil akhirnya? Pencipta lagu menerima sekitar 94% dari total royalti kotor.
Contoh: Royalti sebesar Rp10 juta dipotong Rp600 ribu pajak. Uang bersih yang diterima tinggal Rp9,4 juta.
Kasus Vidi vs Keenan: Nuansa Bening, Nilai Mencekam
Kasus hukum antara Keenan Nasution dan Vidi Aldiano memanas sejak Keenan menggugat penggunaan lagu legendarisnya, “Nuansa Bening.” Lagu tersebut dibawakan Vidi lebih dari 300 kali sejak 2008, namun hanya 31 pertunjukan yang dicantumkan dalam gugatan.
Jumlah tuntutan? Rp24,5 miliar. Artinya, nyaris Rp790 juta per pertunjukan.
Jika 1 pertunjukan menghasilkan Rp500 juta dari sponsor dan tiket, dan royalti wajar ditetapkan 5%, maka:
-
Rp500 juta x 5% = Rp25 juta per pertunjukan
-
31 pertunjukan = Rp775 juta
-
Tambahan sanksi, bunga, dan denda? Bisa meroket hingga puluhan miliar rupiah.
Dalam dunia musik, pelanggaran hak cipta bisa jadi jauh lebih mahal dari sekadar ongkos produksi lagu.
Pelajaran Mahal dari Lagu yang Terlalu Ringan Dianggap
Lagu bukan milik publik hanya karena familiar. Dalam iklim hukum yang semakin ketat, setiap pemakaian karya—entah dalam konser, iklan, atau konten digital—harus melalui mekanisme perizinan resmi.
LMKN dan LMK punya peran penting dalam memfasilitasi transaksi ini. Tapi pada akhirnya, kesadaran pengguna adalah kunci. Tanpa kontrak dan izin, satu lagu bisa berubah menjadi senjata hukum yang menghancurkan karier dan keuangan. (nsp)
Load more