Bahlil Tuding Runtuhnya Lifting Minyak Indonesia Akibat IMF
- Aldi Herlanda/tvOnenews.com
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyebut produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan.
Penurunan tersebut salah satunya diduga imbas dari paket kebijakan yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional pada saat krisis moneter tahun 1998.
Ia mengungkapkan, kebijakan IMF yang merekomendasikan untuk mengubah mengubah undang-undang minyak dan gas (migas). Saat itu kebijakan ini dianggap menjadi obat untuk menuntaskan permasalahan, namun justru kebalikannya.
"Kita yakini waktu itu seperti dokter yang ahli, salah satunya IMF, merekomendasikan salah satunya adalah perubahan sistem undang-undang migas. Apa yang terjadi? Lifting kita mulai dari situ turun terus," kata dia di kawasan Senayan, Selasa (3/6/2025).
Pada tahun 2024, lifting minyak Indonesia hanya berkisar 580 ribu barel per hari, namun kebutuhan dalam negeri sendiri 1,6 juta barel per hari, sehingga hal ini yang membuat Indonesia harus melakukan impor dari luar.
Padahal, Bahlil menjelaskan, Indonesia sendiri pernah mencatatkan produksi tertinggi minyak dengan 1,5 juta hingga 1,6 juta barel setiap harinya.
Hal itu terjadi pada tahun 1996-1997. Pada saat itu kebutuhan dalam negeri hanya di angka 500 ribu barel. Sehingga dari sisa produksi tersebut, Indonesia dapat mengimpor minyak kurang lebih 1 juta barel.
"Konsumsi kita hanya kurang lebih sekitar 500 ribu barrel per day, ekspor kita 1 juta barrel. Dan itulah kemudian negara kita menjadi negara OPEC," jelasnya.
Oleh karena ia menuturkan, bahwa Indonesia tidak boleh tunduk terhadap asing, karena tidak semua kebijakan yang dikeluarkan oleh mereka dapat membawa dampak yang positif.
"Untuk urusan ini, kita boleh percaya asing karena mereka adalah negara hebat. Tapi di balik kepercayaan kita yang kuat, kita juga harus ikhtiar," tandasnya. (aha/rpi)
Load more