Industri Tekstil Soroti Kebijakan BMAD atas Impor Benang POY dan DTY
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com – Kebijakan perdagangan yang baru saja direkomendasikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) memicu kegelisahan besar di sektor industri tekstil nasional. Sebanyak 101 pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyatakan penolakan terhadap penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk benang filamen sintetik POY (Partially Oriented Yarn) dan DTY (Draw Textured Yarn) yang diimpor dari Tiongkok.
Mereka menilai, kebijakan ini tidak hanya merugikan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), tetapi juga mengancam nasib 30.000 karyawan yang bekerja di sektor ini. Jika diterapkan, BMAD akan meningkatkan biaya bahan baku secara signifikan dan memperberat industri yang tengah tertekan oleh ketidakpastian global dan ketatnya persaingan.
Ancaman PHK Massal dan Gulung Tikar
Menurut Amril Firdaus, perwakilan dari PT Longdi Sejahtera Indonesia sekaligus anggota Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), kebijakan BMAD hanya akan menguntungkan segelintir produsen dalam negeri namun membebani mayoritas pelaku industri TPT yang bergantung pada impor bahan baku.
“Jika kebijakan ini dijalankan, 101 pelaku industri tekstil berpotensi mengalami kebangkrutan. Bahkan, 30.000 karyawan terancam kehilangan pekerjaan,” ujarnya.
Amril juga menyebutkan bahwa kebijakan sepihak seperti ini akan membunuh industri tekstil secara sistemik, dan berisiko membuat industri lain bernasib seperti Sritex, yang sebelumnya mengalami masalah serius akibat tekanan finansial.
Penolakan Meluas: 101 Industri Serentak Teken Petisi
Protes keras datang dari 101 pelaku industri tekstil di wilayah Bandung. Mereka secara serentak menandatangani petisi penolakan BMAD terhadap produk POY dan DTY impor asal Tiongkok. Petisi ini ditujukan kepada berbagai instansi pemerintah terkait agar mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut.
Para pelaku usaha juga mengajak seluruh stakeholder di sektor industri TPT, termasuk pemerintah daerah, asosiasi, hingga akademisi, untuk bersatu menolak pengenaan BMAD yang dianggap dapat menghancurkan struktur industri tekstil nasional.
Dampak Negatif yang Diprediksi Jika BMAD Diterapkan
Jika bea masuk anti dumping tetap diberlakukan, berikut ini beberapa dampak yang diperkirakan akan terjadi:
- Kenaikan biaya bahan baku dan produksi secara signifikan
- Menurunnya daya saing produk lokal di pasar dalam dan luar negeri
- PHK massal dan penutupan pabrik skala kecil-menengah
- Persaingan usaha tidak sehat, hanya menguntungkan segelintir pemain besar
- Potensi maraknya thrifting dan impor ilegal sebagai alternatif bahan baku murah
- Pelemahan industri TPT nasional di tengah ketidakpastian ekonomi global
Industri TPT Masih Jadi Pilar Ekonomi Nasional
Perlu diketahui, sektor tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu penopang utama industri manufaktur Indonesia, serta menyerap jutaan tenaga kerja langsung dan tidak langsung.
Ketergantungan terhadap bahan baku impor seperti POY dan DTY disebabkan belum optimalnya kapasitas produksi dalam negeri, sehingga kebijakan yang membatasi impor justru menjadi bumerang bagi kelangsungan usaha dan ketenagakerjaan.
Perlu Evaluasi Menyeluruh, Bukan Kebijakan Sepihak
Para pelaku industri TPT berharap pemerintah tidak hanya melihat dari sisi proteksi produsen lokal saja, tetapi juga mempertimbangkan keberlangsungan usaha secara keseluruhan, terutama pelaku UKM dan nasib para pekerja.
BMAD seharusnya menjadi solusi adil, bukan alat pemusnah ekosistem industri yang sudah ada. (nsp)
Load more