Djoko Susanto: Dari Warung Kelontong ke Akuisisi Lawson
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com – Akuisisi Lawson Indonesia oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) menjadi sorotan utama dunia bisnis ritel tahun ini. Transaksi senilai Rp200,45 miliar itu menjadikan Lawson sebagai anak perusahaan langsung AMRT.
Langkah ini memperkuat kendali AMRT atas sektor convenience store nasional dan menandai fase konsolidasi ritel di bawah kepemimpinan Djoko Susanto.
Sosok Djoko Susanto bukan nama asing di dunia bisnis Indonesia. Dari satu warung kelontong kecil di Jakarta, ia membangun imperium ritel modern yang kini menaungi ribuan gerai Alfamart, Alfamidi, hingga Lawson Indonesia.
Awal Mula: Dari Kwok Kwie Fo ke Djoko Susanto
-
Nama Lahir: Kwok Kwie Fo
-
Lahir: Jakarta, 1950
-
Warga Negara: Indonesia
-
Etnis: Tionghoa-Indonesia
Pada usia 17 tahun, Djoko mengambil alih warung kelontong keluarganya. Ia mengembangkan usaha itu menjadi toko grosir, memperluas jangkauan pasokannya, dan mulai dikenal karena kemampuannya membaca kebutuhan pasar.
Langkah Besar: Bertemu Putera Sampoerna
Tahun 1989 menjadi titik balik penting. Djoko menjalin kemitraan strategis dengan Putera Sampoerna, pemilik Sampoerna Group. Bersama, mereka membangun cikal bakal jaringan minimarket yang kelak dikenal sebagai Alfamart.
Ketika Sampoerna Group melepas bisnis rokoknya ke Philip Morris pada 2005, Djoko mengambil alih penuh bisnis minimarket ini dan terus mengembangkannya secara mandiri.
Dari Alfamart ke Lawson: Strategi Konsolidasi Ritel
-
1999: Gerai pertama Alfamart berdiri di Karawaci, Tangerang
-
2009: AMRT resmi melantai di Bursa Efek Indonesia
-
2010-an: Mendirikan jaringan Alfamidi dan Dan+Dan
-
2025: Mengakuisisi Lawson Indonesia
Pada 14 Mei 2025, Djoko melalui AMRT mengakuisisi 70% saham PT Lancar Wiguna Sejahtera, pengelola Lawson Indonesia, dari PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI). MIDI sendiri merupakan anak usaha yang juga berada di bawah pengaruh Djoko. Konsolidasi ini memperkuat posisi AMRT sebagai kekuatan dominan di pasar convenience store nasional.
Kekayaan: Konsisten Tumbuh dan Terkonsentrasi di Ritel
Djoko Susanto adalah contoh nyata wirausahawan yang membangun kekayaan dari bawah. Forbes secara rutin memasukkannya dalam daftar orang terkaya Indonesia:
-
2023: USD 1,9 miliar (sekitar Rp29,7 triliun)
-
2024: USD 4,7 miliar (Rp73,6 triliun) – Peringkat ke-12 nasional
-
April 2025: USD 3,5 miliar (sekitar Rp57,7 triliun)
Sebagian besar kekayaan ini berasal dari saham di:
-
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) – pengelola Alfamart dan Lawson
-
PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) – pengelola Alfamidi
-
PT Sigmantara Alfindo – entitas milik Djoko yang menjadi pemilik mayoritas saham AMRT
Djoko juga dikenal memiliki portofolio aset yang terdiversifikasi, namun tetap terkonsentrasi di sektor ritel. AMRT telah memperluas ekspansi hingga ke Filipina dan menjalin kemitraan dengan berbagai merek internasional, memperkuat posisinya sebagai perusahaan publik dengan kapitalisasi pasar besar.
Filosofi Djoko: Minimarket Sebagai Infrastruktur Sosial
Djoko dikenal sebagai pribadi yang tidak suka tampil di media. Namun, kepemimpinannya sangat dirasakan di dalam perusahaan. Strateginya mengedepankan:
-
Efisiensi distribusi dan logistik
-
Penguasaan rantai pasok internal
-
Ekspansi ke daerah suburban dan pedesaan
-
Integrasi teknologi dan data
Menurut para analis, pendekatan Djoko menjadikan jaringan minimarket sebagai sarana distribusi nasional yang menghubungkan produsen, UMKM, dan konsumen akhir secara langsung.
Kesimpulan: Visi Jangka Panjang Sang Raja Minimarket
Perjalanan Djoko Susanto membuktikan bahwa ketekunan, intuisi bisnis, dan keberanian mengambil risiko bisa membawa pelaku usaha dari level terbawah ke puncak struktur industri. Akuisisi Lawson menandai fase baru dalam konsolidasi ritel modern nasional di bawah satu komando.
Dari satu warung kelontong di Jakarta, kini Djoko mengendalikan ribuan gerai yang tersebar dari kota besar hingga desa-desa di Indonesia. Ia bukan hanya pengusaha, tapi juga arsitek ekosistem distribusi modern Indonesia. (nsp)
Load more