Indonesia dan AS Perkuat Kerja Sama di Sektor Mineral Kritis, Anindya Bakrie: Nilai Perdagangan Bakal Naik 2 Kali Lipat
- tvOnenews.com/Abdul Gani Siregar
Jakarta, tvOnenews.com — Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, membocorkan hasil kunjungannya ke Amerika Serikat yang membawa kabar positif untuk kerja sama perdagangan dan investasi kedua negara.
Anindya menyebut ada peluang besar Indonesia-AS mencapai kesepakatan strategis, terutama di sektor energi dan mineral kritis.
“Kebetulan 3 minggu lalu saya ada kesempatan, Pak Doni (Oskaria) juga ketemu dengan Menteri Keuangan Amerika. Saya nanya, saya jelas, Pak, saya ini bukan dari pemerintah, di dunia usaha. Feeling you gimana? Apakah bisa ada deal gak? Dia bilang feeling-nya sangat bagus, bisa ada deal,” ujar Anindya di Hotel Aryaduta, Jakarta, Jumat (9/5/2025).
Ia mengungkapkan, salah satu daya tarik Indonesia di mata AS adalah kepemilikan mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan bauksit.
“Pertama adalah mineral kritis. Nah, gak semua orang bisa mineral kritis. Tapi bisa jadi, bukan saja dengan negara lain, tapi Indonesia juga bermitra di mineral kritis,” jelasnya.
Tak hanya itu, Indonesia juga menawarkan skema co-invest di sektor energi, termasuk investasi di hulu migas dan proyek Liquefied Natural Gas (LNG) di Amerika Serikat.
“Yang kedua adalah di tempatnya Pak Doni juga, co-invest. Jadi Indonesia bukan saja nanti istilahnya mau import minyak, gas, tapi bisa invest di Amerika supaya ikutan di upstream-nya,” kata Anindya.
Menurutnya, pendekatan ini memungkinkan Indonesia tak hanya menjadi pembeli, tetapi juga ikut memiliki dan memproduksi komoditas energi.
“Kalau kita ngambil barangnya, kemudian ikutan di produksinya. Atau di bikin LNG-nya,” tambahnya.
Anindya juga membagikan pengamatannya terkait neraca perdagangan Indonesia-AS yang berpotensi makin besar.
“Yang menarik teman-teman, kelihatannya pemerintah sudah ada obatnya untuk bisa dengan Amerika. Luar lebih kalau perdagangan kita dengan Amerika kita surplus US$18 miliar,” ungkapnya.
Namun surplus itu, lanjutnya, akan diimbangi oleh impor migas dari negara lain senilai US$40 miliar.
“US$18 miliar itu kelihatannya akan dikompensasi dengan US$40 miliar import oil dan gas, minyak dan gas dan derivatifnya dari negara lain,” tuturnya.
Load more