Donald Trump Desak The Fed Turunkan Suku Bunga, Janji Tak Ganti Jerome Powell yang ‘Kaku’ di Tengah Tsunami Tarif Global
- tvOnenews.com/Wildan Mustofa
Jakarta, tvOnenews.com – Presiden Amerika Serikat yang berhasil dalam Pemilu 2024 dan kini menjabat, Donald Trump, terus mengguncang arah kebijakan ekonomi AS.
Dalam wawancara bersama NBC News “Meet the Press”, Trump menegaskan tidak akan mencopot Ketua The Fed Jerome Powell, meski menyebutnya sebagai "total stiff" dan terus mendesak Federal Reserve agar segera menurunkan suku bunga.
“Dia harus turunkan suku bunga. Dan pada suatu titik, dia akan. Tapi dia bukan penggemar saya, dia tidak suka saya,” kata Donald Trump, yang selama ini dikenal kerap menekan The Fed agar lebih akomodatif dalam kebijakan moneternya.
Jerome Powell yang kini memimpin The Fed hingga 2026 menjadi tokoh sentral dalam tarik ulur kebijakan antara independensi bank sentral dan tekanan politik dari Trump. Pernyataan Trump ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar atas potensi intervensi politik terhadap kebijakan suku bunga yang dijalankan oleh Federal Reserve.
Setelah sebelumnya mengkritik keras The Fed, kini Donald Trump memberikan sinyal bahwa ia akan tetap mempertahankan Jerome Powell. Hal ini sedikit meredakan kecemasan pasar yang terguncang akibat potensi konflik antara Gedung Putih dan bank sentral AS.
Namun demikian, Trump tidak berhenti mengguncang pasar global.
Awal April lalu, ia mengumumkan kebijakan tarif 10% terhadap sebagian besar negara, dilanjutkan dengan tarif 25% untuk produk otomotif, baja, aluminium, dan bahkan 145% terhadap produk asal China. Sebagian tarif itu ditangguhkan 90 hari, namun sinyal eskalasi tetap nyata.
"Kalau mereka pikir tarif bakal dicabut, kenapa mereka mau bangun pabrik di AS?" ujar Donald Trump, sembari mengklaim bahwa kebijakan ini telah mendorong triliunan dolar investasi masuk ke AS.
Trump berdalih bahwa kebijakan perang dagang ini akan menjadikan rakyat AS lebih makmur dalam jangka panjang. Ia bahkan menyalahkan Presiden Joe Biden atas kontraksi ekonomi di kuartal pertama dan menyebut dirinya sebagai arsitek dari sisi positif pertumbuhan ekonomi AS.
"Ekonomi ini separuh Biden, separuh saya. Bagian buruknya dari dia, bagian bagusnya dari saya," klaim Donald Trump, sembari menyebut kebijakannya berhasil menurunkan harga energi dan memperkecil defisit dagang.
Meski banyak ekonom memperingatkan dampak negatif dari kenaikan tarif terhadap daya beli konsumen, Trump justru meremehkannya. Ia menyarankan masyarakat AS untuk membeli lebih sedikit.
“Mereka tak perlu punya 30 boneka. Tiga cukup. Tak usah punya 250 pensil, cukup lima,” ujar Trump.
Dalam wawancara yang sama, Trump juga menyampaikan bahwa China kini "sangat ingin membuat kesepakatan dagang", namun menegaskan bahwa AS tidak lagi "merugi triliunan dolar" karena telah menghentikan banyak aktivitas dagang dengan Beijing.
“Kami tidak berdagang dengan mereka. Kita ‘cold turkey’ sekarang. Mereka ingin buat kesepakatan, tapi itu harus adil,” katanya.
Sementara tekanan terhadap The Fed tetap dilontarkan, Trump juga tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa tarif akan bersifat permanen. Hal ini membuat investor dan pelaku usaha harus bersiap menghadapi iklim ketidakpastian berkelanjutan.
“Kalau tarif dicabut begitu saja, kenapa mereka mau bangun pabrik di sini?” ulang Donald Trump, menegaskan tujuannya menarik investasi masuk.
Kesimpulannya, Trump memainkan strategi ekonomi ganda. Di satu sisi, ia terus mendesak The Fed dan Jerome Powell untuk menurunkan suku bunga demi mendorong pertumbuhan domestik, namun di sisi lain ia mengobarkan kembali perang dagang melalui kebijakan tarif ekstrem. Kombinasi ini menempatkan The Fed dalam posisi sulit untuk menjaga stabilitas inflasi dan pertumbuhan.
Dengan posisi Jerome Powell yang tetap dipertahankan namun ditekan secara verbal, serta kebijakan perdagangan yang agresif, Donald Trump menunjukkan bahwa jika terpilih kembali, arah kebijakan ekonomi AS akan tetap keras, penuh tekanan terhadap Federal Reserve, dan mengedepankan nasionalisme ekonomi.
Load more