Apa Itu Love Scamming? Penipuan Berkedok Cinta yang Rawan Jerat Pekerja Migran Indonesia, TKI Jangan Jadi Bucin!
- Ist
Jakarta, tvOnenews.com - Fenomena love scamming kembali menjadi sorotan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lantaran rawan menjerat pekerja migran Indonesia (PMI).
Oleh karena itu, OJK mengingatkan agar PMI senantiasa waspada terhadap penipuan atau scam berkedok cinta atau bujuk rayu yang melibatkan perasaan.
Pasalnya, kasus love scamming merupakan cerita klasik yang sering dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, fenomena love scamming semakin lazim terjadi di era digital.
“Banyak sekali cerita-cerita sedih PMI kita nggak bisa pulang dan lain-lain karena tersangkut paut dengan utang di sana. Kemudian, namanya digunakan untuk buka rekening yang kemudian ternyata itu kejahatan dan lain-lain,” kata Frederica acara Edukasi Keuangan bagi PMI di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Frederica menjelaskan, karakter masyarakat Indonesia umumnya dinilai memiliki kepribadian yang ramah dan terbuka.
Namun, hal inilah yang kemudian menjadi celah bagi oknum pelaku kejahatan yang memanfaatkan kesempatan untuk memperdaya PMI.
Modus berkedok buaian romantis dan iming-iming tertentu tak jarang berujung dengan upaya tipu daya untuk memberikan sejumlah uang atau bahkan mengajukan pinjaman ilegal.
"Jadi, banyak sekali pekerja migran di sana, kemudian didekati oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, menggunakan namanya untuk pinjaman dan lain-lain, itu hati-hati,” ujar Frederica.
“Banyak juga kita dengar, baca di berita, bukan ketipu di sana, tapi ketika balik ke Indonesia, di bandara ketemu orang dan lain-lain uangnya hilang dan sebagainya, ditawari investasi ilegal, investasi bodong dan lain-lain,” ungkapnya.
Apa Itu Love Scamming?
Istilah pepatah 'Cinta Itu Buta' barangkali memang benar adanya jika perasaan romansa itu akhirnya menjadikan seseorang sebagai korban penipuan.
Kebanyakan korban love scamming ini dapat dipastikan adalah orang-orang kesepian yang akhirnya menjadi budak cinta (bucin).
Fenomena Love Scamming sejatinya tidak hanya mengintai pekerja mingran Indonesia di luar negeri.
Di era digital saat ini, penipuan berkedok hubungan kasih sayang ini juga menjadi ancaman siapa saja di media sosial, khususnya melalui aplikasi dan platform pertemanan atau jodoh secara online.
Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri yang melansir FBI, pelaku love scam akan mengelabui korban dengan memanfaatkan tumbuhnya benih-benih cinta.
Modalnya adalah bujuk rayu hingga perlakuan manis yang ujung-ujungnya memanfaatkan kepercayaan korban, hingga akhirnya menggarong hartanya.
“Ini adalah konsep penipuan romansa. Ini adalah bentuk rekayasa sosial, di mana penipu menargetkan individu yang mencari persahabatan atau romansa yang kemudian mereka manipulasi. Tujuannya untuk mendapatkan uang atau layanan lain,” tulis Supervisory Special Agent Unit Kejahatan Ekonomi FBI David Harding dikutip dari podcast berjudul For The Love of Money yang diunggah di laman FBI.
Menurut data FBI, pada 2021, kerugian akibat penipuan melalui internet di seluruh dunia mencapai US$7 miliar atau kurang lebih Rp118 triliun (asumsi kurs saat ini).
Sedangkan, kerugian akibat penipuan terkait romantika atau love scam mencapai US$956 juta atau kurang lebih Rp16 triliun. Artinya, kerugian akibat penipuan bermodus cinta mencapai 13 persen dari jumlah total kerugian scam di internet dengan jumlah pengaduan mencapai 24 ribu laporan.
Dua puluh tahun lalu, kata Agent Harding, modus pelaku adalah memanipulasi korban untuk memberikan uang dalam bentuk cek maupun transfer antar rekening.
Tapi di era teknologi yang serba canggih saat ini, pelaku bahkan dapat memanfaatkan korban untuk menginvestasikan uang dalam bentuk cryptocurrency atau gift card.
Konsep penipuan romansa ini adalah bentuk rekayasa sosial di mana penipu menargetkan individu yang mencari persahabatan, teman kencan, atau cari jodoh yang kemudian dapat mereka manipulasi dan mendapatkan uang atau layanan lain.
Di Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah mendeteksi transaksi bahwa ada kerugian mencapai miliaran rupiah dari kasus penipuan bermodus cinta.
Saat memikat korban, pelaku biasanya merayu lebih dalam dan mengatakan membutuhkan uang untuk beragam alasan dan kebutuhan, termasuk iming-iming bisnis.
Setelah korban yang terjebak dan memenuhi permintaan tersebut, pelaku kemudian menghilang seusai mendapatkan uang. (rpi)
Load more