Freeport Tekan Produksi Konsentrat di Hulu karena Penyimpanan Penuh, Buntut Smelter Terbakar hingga Izin Ekspor Macet
- Dok PT Freeport Indonesia
Jakarta, tvOnenews.com - PT Freeport Indonesia (PTFI) harus menyesuaikan produksi konsentrat tembaga karena kapasitas penyimpanan sudah penuh.
Kondisi ini terjadi di fasilitas penyimpanan yang ada di Amamapare, Papua Tengah, serta di smelter PTFI di Gresik, Jawa Timur sudah tak muat lagi.
Akibatnya, PTFI terpaksa melakukan penyesuaian dengan menekan jumlah produksi demi menghindari kelebihan muatan.
“Penyesuaian produksi di hulu terpaksa dilakukan karena saat ini kapasitas penyimpanan konsentrat PTFI, baik di Amamapare, Papua Tengah maupun di smelter PTFI, Gresik, Jawa Timur sudah penuh,” ujar VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia Katri Krisnati dikutip dari ANTARA dari Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Pernyataan ini juga menegaskan informasi dari Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno yang sebelumnya menyebutkan bahwa PTFI memangkas produksi konsentrat tembaga hingga 60% dari kapasitas normalnya.
Tri menjelaskan, langkah ini diambil karena tempat penyimpanan yang tersedia sudah tidak mampu menampung lebih banyak konsentrat.
Masalah ini berawal dari izin ekspor konsentrat tembaga yang belum diperpanjang oleh pemerintah sejak berakhirnya masa berlaku pada 31 Desember 2024.
Situasi semakin rumit setelah kebakaran terjadi pada Oktober 2024 di unit pengolahan asam sulfat milik smelter Freeport di Gresik.
Akibat insiden tersebut, kegiatan produksi di smelter Gresik terhenti sementara, sehingga Freeport mengajukan perpanjangan izin ekspor kepada pemerintah. Namun sampai saat ini izin tersebut belum juga diberikan.
Tri menyatakan, pemerintah masih menyelesaikan investigasi terhadap kebakaran yang terjadi di smelter sebelum mengambil keputusan terkait izin ekspor. Hasil penyelidikan sejauh ini menunjukkan bahwa kebakaran tersebut tidak disengaja.
“Kalau ada kesengajaan, asuransi dia nggak cair. Itu kan diasuransikan,” ujar Tri.
Smelter yang terbakar itu diperkirakan akan kembali beroperasi pada Juli 2025 dan secara bertahap akan meningkatkan produksinya hingga mencapai 100% pada Desember 2025.
Meski begitu, Tri belum bisa memastikan apakah izin ekspor akan diberikan setelah smelter kembali beroperasi secara penuh.
“Pokoknya masih dalam proses,” kata Tri.
Mengingat kondisi ini, Freeport harus menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan produksi sambil menunggu keputusan pemerintah terkait izin ekspor. Kejelasan regulasi diharapkan bisa segera didapat agar perusahaan tidak mengalami kerugian lebih besar. (ant/rpi)
Load more