AJI Indonesia Adukan Kasus Ketenagakerjaan Perusahaan Media ke Dewan Pers, Termasuk CNN Indonesia dan VOA: Kalau Tak Mampu Bayar Jurnalis, Cabut!
- Dok. AJI Indonesia
Jakarta, tvOnenews.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia baru saja mengadukan sejumlah kasus ketenagakerjaan pekerja media ke Dewan Pers.
Melansir dari laman resmi AJI Indonesia, ada tiga sengketa ketenagakerjaan yang menyangkut nasib para pekerja media di antaranya adalah yang dialami oleh jurnalis CNN Indonesia, Pinusi.com, dan VOA.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia, Edi Faisol, mengatakan tiga kasus itu hanya sebagai sampel atau contoh perlakuan perusahaan media yang lolos sertifikasi Dewan Pers.
Disebutkan bahwa sebenarnya masih cukup banyak perusahaan media yang melanggar hak pekerjanya.
Selain itu, AJI Indonesia juga menyerahkan dokumen hasil survei pekerja freelance sebagai masukan ke Dewan Pers untuk memantau perusahaan media.
“Ini hanya sampel, sedangkan hasil survei kami lampirkan tentang kondisi pekerja freelance secara nasional,” ujar Edi Faisol, dikutip Rabu (22/1/2025).
Edi menyampaikan, masih banyak perusahaan media nasional dan di daerah yang tak tunduk pada standar verifikasi Dewan Pers dan undang-undang ketenagakerjaan.
Bahkan, media asing seperti VOA juga tak taat pada aturan ketenagakerjaan dan standar verifikasi dewan pers.
Buktinya adalah kasus pemutusan hubungan kerja sepihak dirasakan mantan ketua AJI Indonesia Sasmito.
Oleh sebab itu, AJI Indonesia akan mengawal persoalan ketenagakerjaan yang dialami jurnalis, termasuk 3 kasus yang saat ini diadukan ke Dewan Pers.
AJI Indonesia Dorong Dewan Pers Kerja Sama dengan Kemnaker
Kemudian, AJI Indonesia juga mendorong agar Dewan Pers menjalin kerja sama dan meneken MoU dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk menjamin nasib jurnalis.
Hal itu dilakukan agar hubungan industrial media di Indonesia menjadi lebih terpantau dan lebih berkeadilan.
"Kalau perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayar jurnalisnya, mending dicabut saja sertifikasinya," ungkap Edi.
"Daripada menimbulkan masalah, karena niatan awal bisnis ya jangan memunculkan korban (jurnalis)," terangnya.
Merespons hal tersebut, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengungkapkan selama ini lembaga Dewan Pers disempitkan, seakan hanya untuk penyelesaian sengketa konten berita.
Padahal, Ninik menegaskan bahwa Dewan Pers seharusnya juga turut menjangkau persoalan ketenagakerjaan, terkhusus yang dialami jurnalis.
Sebab dalam proses verifikasi media yang dilakukan Dewan Pers, terdapat komponen syarat mengenai kesejahteraan pekerja media alias para jurnalis.
“Beberapa di antaranya yang paling standar mengenai pemberian upah layak standar UMR dan asuransi seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” ujar Ninik.
Kendati demikian, Ninik tak menampik bahwa masih adanya perusahaan media yang memanipulasi dokumen ketika dilakukannya verifikasi administrasi.
Sebagai contoh adalah bukti transfer upah ke pekerja sesuai standar Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Namun, setelahnya pekerja diminta mentransfer ulang uang tersebut kepada pemilik bisnis,” jelas Ninik.
Oleh sebab itu, Ketua Dewan Pers mengimbau agar perusahaan media selalu menghormati pekerja media yang mendirikan serikat pekerja.
Dalam hal ini, Ninik menyayangkan tidak adanya proses dialog yang konstruktif antara perusahaan media dengan jurnalis yang mendirikan serikat pekerja seperti yang dialami wartawan yang tergabung dalam Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI).
Padahal, pendirian Serikat Pekerja tidak boleh dihalang-halangi atau diberhangus.
Sebab, hal itu telah dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28 ayat (3) tentang kebebasan berserikat berkumpul dan menyampaikan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM).
"Ini adalah soal hak dasar dia sebagai manusia misalnya untuk berserikat dan berkumpul. Ini contoh yang saya ikuti CNN bagaimana jurnalis mereka berserikat dalam satu wadah organisasi," tegasnya.
Untuk itu, Dewan Pers turut mendorong berdirinya serikat pekerja di perusahaan media nasional maupun daerah.
Dewan Pers menganggap bahwa serikat pekerja menjadi poin plus dalam syarat verifikasi perusahaan media. (rpi)
Load more