Banyumas, Jawa Tengah - Seratusan perajin di sentra industri tempe Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, mogok produksi. Mereka mogok sebagai bentuk protes ke pemerintah karena lonjakan harga kedelai. Lonjakan harga sudah tidak rasional lagi untuk usaha rakyat ini.
"Hari ini tidak bikin, mogok tiga hari enggak membuat tempe," katanya.
Selain Didit, tetangganya di Desa Pliken sebanyak sekitar 100 perajin juga stop produksi selama tiga hari. Mereka kompak berhenti produksi mulai Senin ini.
Jika tetap produksi, lanjut Didit, jatuhnya merugi. Karena lonjakan harga yang tak lagi rasional untuk usaha mereka.
"Harga kedelai naik sampai Rp11.500 per kilogram, tapi kami tidak bisa menaikkan harga penjualan tempe. Sebelumnya harga kedelai antara Rp7.500 - Rp8.000 per kilogram, masih wajar," kata Didit.
Rata-rata tiap perajin memproduksi antara 30-40 kilogram kedelai. Tempe yang dihasilkan dijual di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Banyumas.
Sementara, sejumlah perajin tahu di Kaliputih, Purwokerto, terpaksa masih produksi. Mereka sudah terlanjur mengolah kedelai, jika tidak malah basi.
"Kalau sehari saja didiamkan jadi bau, tidak bisa digunakan lagi. Karena kami memang tanpa pengawet," kata Teguh.
Meski demikian, di tengah lonjakan harga kedelai, dia dan perajin lain mengaku hanya dapat mengambil sedikit keuntungan.
"Sekarang ini hanya bisa bertahan. Tadinya harga kedelai Rp9.500 per kilogram, sekarang Rp12.000 per kilogram," ujarnya.
Mogok produksi ini sesuai dengan imbauan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo) beberapa waktu lalu. Aksi mogok ini merupakan jalan terakhir karena harga kedelai yang terus naik, sehingga memberatkan para perajin tahu dan tempe.(Sonik Jatmiko/Buz)
Load more