Jakarta, tvOnenews.com - Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) diperkirakan bisa membawa dampak besar bagi ekonomi global, khususnya bagi likuiditas domestik dan internasional.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Sunarso, menyampaikan bahwa kebijakan proteksionisme Trump kemungkinan besar bisa mempengaruhi arus perdagangan.
Dampak dari kebijakan ini, menurut Sunarso, akan terasa oleh negara-negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.
Sunarso menjelaskan, kebijakan proteksionisme yang lebih ketat ini dapat mengurangi aktivitas perdagangan AS secara global.
"Lebih protektif ini akan mengkontraksi perdagangan AS secara global. (Perdagangan AS) itu akan terkontraksi sekitar 8,5% dan itu dampaknya nanti adalah terhadap negara-negara yang kita anggap mitra dagangnya," ujar Sunarso saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Berdasarkan simulasi yang dilakukan tim ekonom BRI, Sunarso menyebut kebijakan proteksionisme dari Trump bisa memicu peningkatan inflasi di AS, yang berpotensi berimbas pada kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed Fund Rate).
Selain itu, risiko dari kemenangan Trump juga bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sunarso memperingatkan bahwa ketegangan dalam perang dagang antara AS dan China berpotensi semakin tajam pasca-kemenangan Trump, dan hal ini dinilai dapat berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Dalam analisis tim ekonom BRI, Sunarso memaparkan ada dua skenario utama yang bisa terjadi. Pada skenario pertama, jika China merespons dengan balasan dalam perang dagang AS-China, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan melambat di kisaran 4,73% hingga 5,03% pada 2025.
Pada skenario kedua, jika China dan beberapa negara lain melakukan serangan balik yang intensif dalam perang dagang ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi bisa turun lebih dalam, yakni berada di kisaran 4,62% hingga 4,92%.
Lebih lanjut, Sunarso menjelaskan bahwa korelasi ekonomi Indonesia dengan China tercatat pada indeks 0,351, sementara dengan AS sebesar 0,347.
"Artinya, setiap kenaikan atau penurunan pertumbuhan ekonomi di China itu lebih berpengaruh signifikan terhadap kita, daripada perubahan pertumbuhan ekonomi di Amerika," jelas Sunarso.
Dirut BRI itu lantas mengingatkan sektor perbankan agar mempersiapkan diri menghadapi risiko yang mungkin muncul di masa depan.
Di samping itu, dirinya berharap pemerintah Indonesia segera menyiapkan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi potensi gejolak ekonomi global.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Royke Tumilaar, yang melihat bahwa kebijakan proteksionisme dari Partai Republik, khususnya Trump, berpotensi memperketat likuiditas global dan domestik.
Arah kebijakan ini dinilai akan menjadi tantangan bagi sektor perbankan untuk dapat berekspansi di tahun depan.
"Kelihatannya tendensi untuk suku bunga (turun) akan sulit untuk kita expect, sehingga tekanan likuiditas akan menjadi beban yang cukup signifikan bagi perbankan untuk ekspansi di 2025," kata Royke. (ant/rpi)
Load more