Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah Indonesia secara tegas meminta Uni Eropa untuk merevisi Regulasi Anti-Deforestasi (EUDR), yang selama ini menjadi perhatian penting bagi negara-negara penghasil komoditas terkait.
Langkah ini dipandang perlu karena kebijakan tersebut mempengaruhi kepentingan Indonesia di sektor komoditas.
Rencananya, implementasi EUDR akan ditunda selama setahun, sebagaimana diumumkan oleh Komisi Eropa.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, penundaan ini merupakan hasil dari tekanan yang diberikan oleh Indonesia, didukung pula oleh AS, Jerman, dan Sekretaris Jenderal WTO.
“Bagi Indonesia, yang penting adalah implementasi kebijakannya, bukan hanya sekadar ditunda,” tegas Airlangga dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Sejak tahun lalu, Indonesia telah mengusulkan agar kebijakan ini dibahas secara lebih mendalam melalui pembentukan joint task force (JTF) yang melibatkan Indonesia, Uni Eropa, dan Malaysia.
Hal ini dilakukan agar ada dialog yang lebih konstruktif mengenai kekhawatiran Indonesia.
Airlangga juga menjelaskan beberapa kekhawatiran Indonesia terkait regulasi ini, salah satunya adalah permintaan Uni Eropa agar Indonesia memberikan informasi geo-location yang detail untuk komoditas yang diekspor.
Sebenarnya, Indonesia sudah memiliki dashboard nasional yang memungkinkan Uni Eropa memeriksa data komoditas tersebut, namun mereka tetap menuntut data koordinat yang lebih spesifik.
“Kalau negara kita diakses secara koordinat oleh pihak asing, itu jadi masalah keamanan. Kita keberatan. Kita sudah punya sistem, tapi mereka masih merasa kurang,” tambahnya.
Selain masalah keamanan, Indonesia juga merasa tidak nyaman dengan Uni Eropa yang bertindak seolah-olah sebagai lembaga pemeringkat (rating agency), padahal fungsi tersebut biasanya dilakukan oleh lembaga lain yang lebih berkompeten.
Indonesia juga keberatan dengan isu standardisasi yang diterapkan oleh Uni Eropa. Indonesia sendiri sudah memiliki standar keberlanjutan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), sedangkan Malaysia memiliki MSPO, dan Eropa menggunakan RSPO. Namun, Uni Eropa tampaknya enggan mengakui standar-standar tersebut.
“Jadi, ini tiga isu yang terus kami perjuangkan bersama Malaysia dalam JTF,” ujarnya.
Jika sesuai rencana, kebijakan EUDR akan mulai berlaku pada 30 Desember 2024.
Kebijakan ini melarang produk yang terkait dengan deforestasi dijual di pasar Eropa, kecuali perusahaan dapat membuktikan bahwa barang mereka tidak berkontribusi terhadap deforestasi.
Indonesia dan Malaysia terus berjuang agar kebijakan EUDR dapat lebih adil dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Kolaborasi antara negara-negara produsen dan Uni Eropa diharapkan dapat mencapai solusi yang saling menguntungkan tanpa mengorbankan keamanan dan kepentingan nasional. (rpi)
Load more