Jakarta, tvOnenews.com - Hampir dua bulan, proses penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) seolah mandek dan mengalami kemacetan. Menyusul dugaan kasus gratifikasi dalam proses IPO, otoritas bursa tampaknya enggan untuk melanjutkan IPO yang tengah berproses.
Sejak PT Esta Indonesia Tbk (NEST) mencatatkan sahamnya (listing) di BEI pada 8 Agustus 2024, tidak satu pun emiten baru yang berhasil mencatatkan sahamnya di BEI. Menyusul mandeknya proses IPO dalam dua bulan terakhir, BEI diminta melakukan perbaikan infrastruktur .
“BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya melihat hal ini lebih komprehensif, “ kata pakar hukum pasar modal Kukuh Kumandoko akhir pekan lalu.
Kukuh berpendapat BEI harus melakukan introspeksi atas sistem yang ada, dengan begitu perbaikan dapat dilakukan.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Investor Muda Indonesia Muhammad Hakiki berpendapat pasar modal merupakan wadah yang memfasilitasi kebutuhan investasi domestik. Sehingga kuantitas emiten menjadi elemen penting,
“Investor yang ingin berinvestasi jadi memiliki banyak pilihan. Ini khan membuat gairah berinvestasi meningkat,“ kata Muhammad Hakiki.
Hakiki menambahkan, penambahan jumlah emiten yang melantai membuat kapitalisasi perdagangan saham meningkat, “(Penambahan emiten) ini menjadi indikator sehat dan membuktikan pasar modal kita bergairah,“ katanya.
Ada 20 Perusahaan Batal IPO
Lebih lanjut Hakiki menilai, macetnya penambahan emiten baru akan memberikan pengaruh atas antusiasme perdagangan saham. Padahal, menurut Hakiki, dirinya mendengar informasi bahwa terdapat 20 calon emiten yang membatalkan niat melantai karena macetnya proses IPO di bursa.
“BEI sebaiknya memikirkan hal ini dengan matang. Kita sudah memiliki proses yang tepat untuk perusahaan yang akan melantai. Saya tidak mengerti mengapa saat ini seolah penambahan emiten di rem. Perbaikan sistem oke, namun jangan sampai menghambat proses IPO calon emiten,“ paparnya.
Sementara itu, pengamat pasar modal Ali Yusni Sahri menyebutkan situasi perekonomian global turut berimbas pada perekonomian Indonesia, termasuk pasar modal domestik.
“Sekarang situasi global sedang gonjang ganjing, apalagi jika perkembangan geopolitik di Eropa dan Timur Tengah turut eskalatif. BEI harus membaca ini dan melakukan perbaikan agar penambahan emiten baru tidak mengalami kendala,“ kata Ali.
Oleh sebab itu, dari sisi suplai, Ali berharap normalisasi proses IPO menjadi prioritas otoritas bursa. “Hal ini dapat dilakukan jika BEI mengedepankan kembali praktek profesionalitasnya,“ kata Ali. (hsb)
Load more