"(Saat itu) beliau mendapati fakta, gaji Dirjen Pajak yang tanggung jawabnya amat besar bagi APBN, ternyata lebih rendah dari seorang PhD yang menjadi peneliti di LPEM UI. Bu Sri Mulyani berkarier sebagai peneliti hingga menjadi Kepala LPEM UI sebelum bertugas di IMF, lalu menjadi menteri di kabinet Pak SBY. Jadi yang disampaikan adalah pengalaman empirik di lapangan pada masa tersebut," jelas Yustinus.
Pada saat itu, lanjut dia, yang dilakukan Sri Mulyani tak sekadar menyesuaikan take home pay pegawai, tetapi juga merombak sistem pelayanan, memodernisasi kantor pajak, merevisi Undang-Undang (UU) Perpajakan hingga mengoptimalisasi target penerimaan.
Upaya reformasi tersebut tidak sia-sia. Prastowo memaparkan, pada 2004 di awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jumlah wajib pajak (WP) terdaftar hanya 2,73 juta dengan target penerimaan perpajakan sebesar Rp279,2 triliun.
Namun, pada 2014, jumlah WP melonjak hingga 30,57 juta dengan target penerimaan pajak mencapai Rp1.246,1 triliun.
"Artinya dalam 10 tahun pemerintahan Pak SBY (2004-2014), terjadi peningkatan jumlah WP sebanyak 27,84 juta atau 1019,8 persen, target penerimaan pajak meningkat Rp966,9 triliun atau naik 346,3 persen. Besaran APBN kita pun menggemuk, naik 336,5 persen atau Rp1.446,9 triliun," jelasnya.
Lebih lanjut, Prastowo menjelaskan bahwa sampai dengan 2024, jumlah WP telah meningkat hingga 72,46 juta dengan target perpajakan yang terus berkembang sejalan dengan kebutuhan pembangunan negara.
Reformasi ini juga didukung oleh serangkaian kebijakan perpajakan strategis seperti perubahan undang-undang perpajakan dan pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela.
Load more