Jakarta, tvOnenews.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja mengungkapkan beberapa masalah serius terkait pengelolaan perizinan di sektor tambang mineral, batu bara (minerba), dan kehutanan.
Masalah ini ditemukan dalam pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Temuan ini dinilai cukup krusial karena bisa menghambat pengawasan di sektor pertambangan.
Menurut Daniel Lumban Tobing, Anggota II BPK, salah satu masalah utamanya adalah kurang optimalnya pengawasan atas laporan berkala yang disampaikan oleh para pelaku usaha melalui sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA).
Hal itu disampaikan saat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas kepatuhan dalam pengelolaan perizinan minerba dan kehutanan untuk tahun 2021 hingga triwulan III 2022 di Kementerian Investasi/BKPM.
"Permasalahan ini cukup krusial karena dapat menghambat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan dan memberikan informasi yang tidak akurat kepada publik," ujar Daniel, Kamis (19/9/2024).
Akibat masalah tersebut, informasi tentang profil pelaku usaha di sektor tambang minerba dan kehutanan tidak diperbarui secara lengkap, terutama dalam hal kepatuhan administrasi dan teknis.
Selain itu, sistem OSS RBA tidak menggunakan hasil penilaian kepatuhan ini sebagai dasar untuk menentukan objek pengawasan di tahun-tahun berikutnya.
Untuk memperbaiki situasi ini, BPK merekomendasikan agar Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani lebih memperhatikan proses pengawasan laporan berkala dan memastikan penilaian kepatuhan administrasi berjalan sesuai dengan aturan.
"Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Investasi/Kepala BKPM (Rosan Roeslani) agar mengimplementasikan proses pengawasan laporan berkala dan penilaian kepatuhan administrasi sesuai ketentuan," tambah Daniel.
BPK juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara Kementerian Investasi/BKPM dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Oleh karena itu, butuh sinergi dan koordinasi antara Rosan Roeslani, Bahlil Lahadalia, dan Siti Nurbaya untuk menuntaskan persoalan tersebut.
Kerja sama ini perlu dilakukan untuk memastikan pengawasan perizinan usaha berjalan secara menyeluruh dan terintegrasi melalui subsistem pengawasan pada OSS RBA.
Selain itu, Daniel juga menyebutkan adanya masalah dalam pelaporan kegiatan penanaman modal yang belum berjalan dengan baik.
Penerapan sanksi peringatan tertulis kepada pelaku usaha yang tidak patuh juga belum dilakukan sesuai prosedur.
Hal ini menyebabkan data realisasi investasi di sektor kehutanan, mineral logam, dan batu bara menjadi tidak akurat, yang berpotensi menyesatkan para pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.
BPK merekomendasikan agar fitur Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dalam sistem OSS RBA dikembangkan lebih lanjut untuk memberikan informasi yang lebih akurat mengenai nilai realisasi investasi.
"Menteri Investasi/Kepala BKPM juga harus mengembangkan fitur LKPM pada subsistem pengawasan OSS RBA yang mampu mengirimkan notifikasi kepada pelaku usaha yang tidak patuh dan melaksanakan pembinaan lebih baik," tambah Daniel.
Masalah yang diungkap oleh BPK menunjukkan betapa krusialnya pengawasan yang lebih ketat di sektor tambang dan kehutanan.
Maka, pemerintah diharap segera memperbaiki sistem pengawasan agar informasi yang disampaikan kepada publik akurat dan pengambilan keputusan lebih tepat. (ant/rpi)
Load more