Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri perlu mendorong kesepakatan perjanjian kerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) tentang pertukaran data dan informasi WNI saksi dan/atau korban TPPO yang telah direpatriasi dari luar negeri.
Selanjutnya, BPK merekomendasikan kepada Menteri Luar Negeri, agar menindaklanjuti saran perbaikan terutama untuk:
● Bersama-sama dengan Kejaksaan RI, Kepolisian RI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, serta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk mengevaluasi, memutakhirkan dan menetapkan formulir wawancara awal (screening form) bagi WNI saksi dan/atau korban TPPO, khususnya untuk kasus penyalahgunaan teknologi (abuse of technology) seperti kasus online scam.
● Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Negara Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Malaysia dalam upaya menggali potensi lingkup kerja sama bilateral dalam penanganan kasus dan perlindungan WNI saksi dan/atau korban TPPO yang meliputi aspek, antara lain:
Peningkatan kapasitas pelaksana dalam penanganan korban TPPO yang meliputi identifikasi dan penetapan status korban TPPO; Penyediaan tempat tinggal sementara bagi WNI saksi dan/atau korban TPPO selama dalam proses pemeriksaan; dan Pemberitahuan (notifikasi) kekonsuleran.
● Melakukan pembahasan dengan kementerian/lembaga terkait khususnya Kementerian Hukum dan HAM untuk menentukan data dan informasi terkait penanganan WNI saksi dan/atau korban TPPO yang telah direpatriasi dari luar negeri yang akan dipertukarkan dan dituangkan dalam suatu perjanjian kerja sama teknis.
Hasil pemeriksaan kinerja atas perlindungan WNI dan kerja sama dalam upaya pemberantasan TPPO di luar negeri mengungkapkan ada 9 temuan yang memuat 1 permasalahan ketidakhematan dan 11 permasalahan ketidakefektifan. (rpi)
Load more