Importir dan Logistik Cemaskan Barang Macet Lagi di Tanjung Priok Jelang Libur Panjang, Pelabuhannya 24 Jam Tapi Agen hingga Kementeriannya Tutup
- Antara
Terpisah, Ketua Umum BPP GINSI Capt Subandi mengatakan bahwa rumitnya proses importasi hendaknya menjadi catatan kepada entitas di luar pelabuhan.
Subandi mengungkapkan, saat ini masih ada diantaranya yang tidak melayani 24 jam dan tujuh hari kerja dalam sepekan.
“Jadi yang tidak bekerja itu bukan pelabuhan tapi instansi atau entitas bisnis di luar pelabuhan seperti keagenan pelayaran/kapal, serta beberapa operator depo empty.”
“Termasuk Kementerian yang terkait perizinan (Kemenperin, Kemendag, Kemenhub, Kemenkeu, Kementan dan beberapa Lembaga),” ujarnya.
Subandi menjelaskan, syarat importir bisa mengeluarkan atau mengambil kontainer di pelabuhan adalah harus memiliki DO (Delivery Order) yang dikeluarkan keagenan kapal/shipping line.
Persyaratan tersebut bukan atas inisiatif pihak operator pelabuhan melainkan syarat dari pelayaran pada pelabuhan.
“Sementara perusahaan keagenan pelayaran (agen kapal) pada umumnya beroperasi atau kerja hanya dari Senin sampai Jumat,” ucap Subandi.
Begitu juga dengan syarat importir untuk mengambil kontainer di pelabuhan harus memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
“Nah, SPPB ini yang mengeluarkan adalah Bea Cukai di pelabuhan setempat. Sebab, Bea Cukai mempersyaratkan kepada pelabuhan agar kontainer yang keluar pelabuhan harus telah mengantongi SPPB. Belum lagi soal izin importasi yang harus di urus di kementerian dan lembaga,” jelas Subandi.
Sebelumnya, kemacetan hingga 17 ribu kontainer di dalam Pelabuhan Tanjung Priok berdampak besar bagi biaya operasional.
Kondisi ini langsung ditinjau oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Jumat pekan lalu.
Pemerintah juga merevisi Permendag 36 Tahun 2023 menjadi Permendag 8 Tahun 2024 tentang kebijakan impor. (rpi)
Load more