Jakarta, tvOnenews.com - Baru-baru ini, penetapan biaya Merchant Discount Rate (MDR) QRIS 0,3 persen kepada pedagang meyita perhatian publik hingga legeslatif. Bahkan, sebagian DPR tak menyetujui langkah Bank Indonesia (BI) itu.
Hal ini dikarenakan begitu memberatkan pelaku usaha mikro (UMi) atau pedagang. Bahkan, tak hanya DPR saja yang tak sejutu dengan kebijakan BI tersebut. Namun, DPD RI Sultan B Najamudin juga tak setuju dengan hal itu.
Berdasarkan data yang dihimpun dari VIVA.co.id, bahwa pengguna aplikasi pembayaran non tunai QRIS di Bali mencapai 666.733 merchants atau tumbuh 42 persen (yoy) pada bulan Mei 2023.
Untuk menjaga keberlanjutan pengembangan layanan transaksi QRIS, Bank Indonesia (BI) memberlakukan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR).
MDR yakni biaya yang dikenakan oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran dibebankan kepada merchant/pedagang bukan kepada konsumen.
"Bank Indonesia memperluas QRIS Cross Border atau lintas negara dan inovasi QRIS untuk tarik tunai, transfer dan setor tunai," jelas Deputi kantor perwakilan BI Bali Gusti Ayu Diah Utari, Selasa, (11/7/2023).
Lanjut dia jelaskan, pengenaan MDR sebelumnya diberlakukan pada seluruh kelompok pedagang yang menggunakan QRIS untuk kepentingan komersial.
Sedangkan untuk usaha mikro (UMi) baru diberlakukan penyesuaian per 1 Juli 2023 menjadi sebesar 0,3 persen.
Penyesuaian MDR ini diharapkan mendorong peningkatan kualitas layanan dan efisiensi transaksi sistem pembayaran digital. Termasuk, perluasan ekonomi keuangan digital di Indonesia, dan khususnya Bali.
"BI akan melakukan pengawasan melalui penyedia jasa sistem pembayaran untuk memastikan agar merchant yang bekerja sama tidak mengenakan biaya tambahan yang dibebankan kepada konsumen," ucapnya.
Sejak diluncurkan tahun 2019, QRIS mendapatkan respons positif dari masyarakat maupun pelaku usaha termasuk Usaha Mikro (UMI). Hal ini tercermin dari komposisi 26 juta pedagang/merchant QRIS, dimana 60 persen di antaranya merupakan Ultra Mikro (UMi). (aag)
Load more