Sleman, DIY - Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman menemukan dua hewan ternak yang terjangkit penyakit Lumpy Skin Disease (LSD). Dua hewan ternak yang terpapar LSD berjenis sapi.
"Temuan tersebut ditemukan oleh petugas dokter hewan di wilayah kerja Puskeswan Sleman pada 20 Desember lalu," kata Suparmono, Selasa (27/12/2022).
Pram, sapaan akrab Suparmono menjelaskan sapi yang dicurigai suspek penyakit LSD memiliki gejala klinis berupa benjolan pada kulit. Sapi tersebut menurut pemiliknya dibeli dari Pasar Hewan Ambarketawang, Gamping dalam kondisi sehat sekitar sepuluh hari yang lalu.
"Namun beberapa hari belakangan sapi mengalami kurang nafsu makan dan demam serta timbul benjolan-benjolan kecil di sekitar leher," ungkapnya.
Dari temuan itu kemudian dilaporkan kepada dokter hewan setempat dan segera dilaporkan ke aplikasi Isikhnas. Lalu ditindaklanjuti dengan kegiatan investigasi oleh Balai Besar Veteriner Wates pada 22 Desember.
"Hasil uji laboratorium pada 23 Desember menunjukkan hasil positif LSD," ujar Suparmono.
Menurut Pram, Lumpy Skin Disease merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh capripox virus yang termasuk family poxviridae yang juga dikenal dengan nama Neethling Virus. Sampai saat ini penyakit LSD ini hanya menyerang ternak sapi dan kerbau yang sering dihubungkan dengan wabah penyakit cacar pada ternak domba (Sheep pox).
Tanda-tanda klinis yang ditunjukkan antara lain, timbulnya benjol-benjol pada kulit sekitar leher dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Benjolan tersebut menimbulkan gatal-gatal dan membuat sapi gelisah, kurang nafsu makan dan suhu badan meningkat atau demam dengan masa inkubasi 28 hari.
Penyebaran LSD dapat terjadi karena kontak langsung hewan yang sakit, atau lewat makanan dan minuman yang tercemar penyakit bahkan dipercaya bahwa kondisi penyebaran penyakit diperparah dengan hadirnya transmisi dari vektor pembawa penyakit seperti nyamuk (Culicoides), lalat (Stomoxys sp), dan caplak (Riphicephalus sp).
LSD ini tidak menular kepada manusia. Virus penyebab LSD dapat ditemukan pada darah hewan terkena dalam kurun waktu 3 minggu paska infeksi bahkan juga dapat ditemui pada semen hewan jantan 6 minggu paska infeksi.
Pada kasus LSD di lapangan walaupun tingkat kematian atau mortalitas dibawah 10%, namun sering dilaporkan tingkat kesakitan atau morbiditas dapat mencapai 45%.
"Dampak yang ditimbulkan LSD adalah penurunan produksi susu yang signifikan, penurunan berat badan, infertilitas, sterilitas pada sapi pejantan bibit, keguguran dan kerusakan kulit permanen sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar," beber Pram.
Terpisah, Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo meminta pemilik hewan ternak sapi untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit Lumpy Skin Disease tersebut.
"Kemarin saya dapat laporan sudah ditemukan dua kasus dan dikonfirmasi itu penyakit LSD. Saya minta agar para pemilik sapi di seluruh Sleman untuk jangan panik dan tetap waspada," terang Kustini.
Kustini menyampaikan, Pemkab Sleman melalui Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) telah melakukan berbagai langkah-langkah strategis sebagai upaya penanggulangan penyakit LSD. Di antaranya dengan melakukan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat.
Peternak juga dihimbau agar segera melaporkan kejadian penyakit ternaknya kepada petugas Puskeswan terdekat, melakukan pemisahan ternak sakit (isolasi) serta rutin membersihkan kandang.
"Kita juga minta kandang ternak itu biosecurity-nya ditingkatkan, diberi desinfeksi secara rutin, ternak diberikan pakan yang bersih dan berkualitas, serta pengendalian lalu lintas hewan rentan dengan segera dilakukan vaksinasi LSD," ucapnya.
Ditambahkan Kustini, Pemkab Sleman telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY untuk meminta vaksin ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian.
"Kita sudah minta melalui pemerintah provinsi untuk meminta vaksin ke Kementrian. Nantinya vaksinasi akan segera dilakukan jika vaksin sudah kami terima," pungkas Kustini. (Apo/Buz)
Load more