Sleman, DIY - Penutupan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul beberapa waktu lalu berdampak kepada daerah sekitarnya, termasuk Sleman. Sebab, selama ini TPST Piyungan masih menjadi andalan pembuangan sampah yang dihasilkan warga Bumi Sembada.
Berkaca dari seringnya penutupan TPST Piyungan karena sudah terlampau over kapasitas, Pemkab Sleman mulai gerak cepat dengan membuat road map jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Targetnya adalah dengan membangun kesadaran bersama bahwa permasalahan sampah bisa diselesaikan dari tingkat keluarga.
Untuk mensukseskan target tersebut, rencana jangka pendek yang diambil Pemkab Sleman adalah membangun TPST sendiri di Kota Salak Pondoh. Rencana pembangunannya akan dimulai pada tahun 2023 mendatang.
Ada dua lokasi yang diproyeksikan menjadi tempat dibangunnya TPST yakni di Sleman bagian timur dan Sleman barat. Sedangkan, satu lokasi lain masih dalam tahap pencarian.
"Lokasinya untuk Sleman timur ada di Tamanmartani, Kalasan. Luasnya sekitar 1,8 hektar. Satunya ada di Sendangrejo, Minggir, dan yang tengah sedang kita cari lokasinya. Target kita bisa dimulai tahun 2023," kata Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, Selasa (7/6/2022).
Pembangunan TPST Tamanmartani nantinya akan menelan anggaran sebesar Rp 38 Milliar. Sedangkan, TPST Sendangrejo akan menggunakan dana alokasi khusus dari pemerintah pusat.
Ditargetkan keberadaan dua TPST tersebut akan mampu mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPST Piyungan. Adapun teknologi pengolahan sampah yang akan digunakan oleh kedua TPST tersebut menggunakan teknologi dari dalam negeri.
Sistem yang diterapkan di TPST yaitu akan mengolah dan memilih sampah organik menjadi kompos. Sedangkan, sampah anorganik akan dijadikan lapak atau dicacah.
"Sementara, untuk residu dari sampah tak terolah akan dibakar atau diproduksi menjadi briket. Harapan kita sudah tidak ada sampah yang tersisa karena semua bisa diolah," terang Kustini.
Rencana jangka pendek lainnya yang sedang dioptimalkan adalah kinerja Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R, Transfer Depo dan Bank Sampah yang ada di seluruh kalurahan. Saat ini sejumlah tempat pengolahan sampah di atas sudah memproduksi berbagai macam kompos dari olahan sampah organik.
Namun, proses tersebut masih belum bisa dilakukan maksimal dikarenakan sampah yang masuk ke dalam tempat pengolahan belum dipilah dengan baik . Untuk itu, Bupati mengeluarkan surat edaran (SE) yang berisi instruksi gerakan pilah sampah dari rumah.
Melalui SE ini, Bupati meminta masyarakat untuk mulai memilih sampah menurut jenis sampah organik dan anorganik. SE ini merupakan langkah jangka menengah dan panjang yang diambil Bupati untuk membumikan kesadaran masyarakat pentingnya pemilahan sampah dari tingkat hulu.
Bahkan juga sudah disiapkan saksi tegas sesuai Perda No 5 Tahun 2014 kepada masyarakat yang tidak melakukan pemilahan sampah sebelum disalurkan ke depo transfer.
Kustini Sri Purnomo juga sudah melakukan road show keliling di setiap kapanewon guna mensosialisasikan gerakan pilah sampah. Sasarannya mulai dari Lurah, Pamong/Dukuh, Kader PKK, penggiat sampah, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat yang diharapkan menjadi pioneer di masing-masing wilayah.
"Sosialisasi keliling yang sedang kita lakukan saat ini agar terbentuk pemahaman bersama tentang urgensinya permasalahan kelola sampah secara mandiri di masyarakat," ungkap bupati perempuan pertama di Sleman itu.
Dalam rangka upaya menekan permasalahan sampah di Sleman, Kustini juga menekankan pentingnya kontribusi bersama dari masyarakat dan semua pihak terkait pengolahan sampah. Kustini berharap, masyarakat bisa berdaya secara mandiri melakukan 3R yakni reduce, reuse dan recycle yang dimulai dari rumah masing-masing.
"Dalam undang-undang sudah diatur bahwa masyarakat wajib mengelola sampahnya sendiri. Maka dari itu kita terus mendorong setiap orang agar mengolah sampahnya masing-masing," pungkas Kustini. (Apo/dan)
Load more