Sleman, DIY - Proyek pembangunan kantor Kalurahan Purwomartani, Kalasan, Sleman yang dipertanyakan warga, hingga kini masih bergulir. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman menyebut belum menerima laporan masyarakat terkait proyek senilai Rp 2,6 miliar yang diduga bermasalah tersebut.
“Kami intinya, masyarakat lapor itu hak masyarakat dan akan kita layani. Kita harus buktikan dugaannya, panggil dulu orangnya, apa materinya. Kita tidak boleh keliru melangkah karena itu mengenai nama baik orang juga." kata Triski Narendra, Kamis (10/3/2022).
"Kita akan dalami apabila ada laporan dari masyarakat. Apakah kesengajaan atau tidak harus didalami, kita harus panggil pihak terkait. Masyarakat memiliki hak memonitor uang negara, karena ini negara demokrasi,” ujarnya.
Triski mengatakan ada aturan pengadaan barang dan jasa yang harus ditaati oleh seluruh pihak. Dalam kasus Purwomartani, warga mempertanyakan proyek pembangunan kantor lurah yang dilakukan tanpa tender, harus ditelaah lebih dalam.
“Semua ada aturan sesuai pengadaan barang dan jasa. Kecuali dilakukan secara swakelola ada aturan sendiri. Kalau bangunan harus orang profesional, dan di aturan pengadaan barang dan jasa ada aturan hukumnya dilelang. Kalau dikerjakan sendiri dalam kajian akademis, dari isu yang dipertanyakan masyarakat, maka ada dugaan melanggar." ungkap Triski.
" Kalau aturannya harus melalui lembaga lelang ya tidak sesuai, namun kalau ada alasan tertentu yang bisa disampaikan secara bertanggungjawab, apakah itu bisa dilakukan secara swakelola. Ini kita harus pelajari dan baca seluruh aturan yang ada, kita telaah,” lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga Purwomartani mendatangi Kejari Sleman, Rabu (9/3/2022). Mereka mempertanyakan adanya dugaan pelanggaran atas pembangunan Kantor Kalurahan Purwomartani senilai Rp 2,6 miliar tersebut.
Selain tanpa tender, warga menilai pembangunan itu juga dilakukan secara tidak transparan dan tanpa melibatkan masyarakat.
Saat dikonfirmasi, Lurah Purwomartani Semiono menyatakan, seluruh proses pembangunan dilakukan sesuai aturan berlaku dan dilaksanakan secara swakelola. Pemerintah kalurahan disebut membentuk tim lalu mengerjakan menggunakan tenaga profesional sesuai pagu aturan yang berlaku.
“Iya, saya menjalankan berdasarkan aturan. Nilai proyek Rp 2,6 miliar, ini swakelola menggunakan anggaran tahun berjalan. Memang tidak ada tender, ada aturan bupati bahwa di bawah tanah tersebut selama ijinnya komplit bisa dilakukan secara swakelola. Swakelola itu dikerjakan oleh kelurahan, membentuk tim baru dikerjakan,” kata Semiono pada wartawan. (Andri Prasetiyo/Buz).
Load more