Yogyakarta, tvOnenews.com - Sebanyak 53 warga di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) suspek antraks.
Untuk itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus menggencarkan edukasi sebagai upaya mitigasi penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri bacillus anthracis tersebut
Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie mengatakan, butuh kerjasama semua pihak untuk memitigasi penyakit antraks yang terjadi kesekian kalinya di Gunungkidul.
Dalam upaya antisipasi, satgas one health Dinkes tetap melakukan pemeriksaan terhadap warga yang terdampak. Juga pemantauan terus dilakukan setelah masa inkubasi.
"Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat juga lebih waspada dan melakukan banyak edukasi ke masyarakat. Apalagi sebentar lagi mau Hari Raya Idul Fitri dan tidak lama kemudian Hari Raya Idul Adha," imbaunya, Kamis (14/3/2024).
Dinkes DIY juga sedang mengupayakan promosi kesehatan dalam rangka edukasi lewat banner hingga media sosial yang bisa diakses masyarakat.
Pembajun menerangkan, kronologi dugaan kasus antraks bermula pada 7 Maret lalu saat Dinkes Gunungkidul menerima informasi dari Dinkes Sleman bahwa ada pasien yang rawat inap di RSUD Prambanan.
Dari laporan tersebut, Dinkes Gunungkidul koordinasi lebih lanjut dengan Puskesmas Gedangsari II dan RSUD Prambanan untuk memastikan.
Selanjutnya pada 8 Maret, Dinkes DIY bersama-sama dengan satgas one health Kabupaten Gunungkidul maupun Kabupaten Sleman, Puskesmas Gedangsari II dan Puskesmas Prambanan melakukan epidemiologi gabungan ke lokasi perbatasan antara Dusun Kayoman, Kalurahan Serut, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul dan Dusun Kalinongko, Kalurahan Gayamharjo, Kapanewon Prambanan, Sleman.
Setelah dilakukan penelusuran, pada 12 Februari ternyata ada seorang warga di Dusun Kayoman, Gunungkidul inisial S punya seekor kambing yang mati lalu dikubur. Sementara tiga ekor lainnya disembelih dan dibagi kepada warga sekitarnya.
Hari berikutnya, ada seekor sapi mati dan malam harinya dikuliti sementara dagingnya dibagikan ke warga sekitar.
"Saat itu, pak dukuh sudah mengingatkan namun dagingnya sudah terlanjur dibagi-bagikan," kata Pambajun.
Ternyata pada 24 Februari, ada seekor kambing milik warga tersebut yang mati. Selanjutnya dikuliti di tempat tetangganya dan dagingnya dibagi ke warga. Setelah itu banyak warga yang mengalami gejala panas, muntah dan diare.
Kemudian pada 2 Maret, warga S mengeluh deman, sakit kepala, gatal di sekitar wajah hingga bengkak dan berair kemudian berobat ke RSUD Prambanan. Yang bersangkutan ditunggu oleh istinya yang ternyata mengalami gejala yang sama.
Pada 7 Maret, Dinkes DIY kembali menerima laporan ada seekor sapi dan 2 kambing milik S yang mati mendadak.
Dari hasil pemeriksaan epidemiologi pada 8 Maret, total 23 orang dilakukan pemeriksaan. Dengan rincian, 16 orang tidak bergejala dan 7 orang bergejala. Mereka yang bergejala diambil sampelnya meliputi darah dan swab kulit kemudian dikirim BBTKLPP DIY.
Selang sehari, Puskesmas Gedangsari II kembali melaporkan total 30 orang warga Kayoman dilakukan pemeriksaan. Rinciannya, 20 orang tidak bergejala dan 10 orang bergejala. Kemudian Kembali diambil sampel pada yang bergejala.
Terkait kondisi S dan istrinya yang rawat inap di RSUD Prambanan, mereka dirujuk ke RSA UGM dan kondisinya membaik.
"Saat ini kondisi bapak S dan istrinya sudah membaik," ucap Pembajun. (scp/buz)
Load more