Simalungun, Sumatera Utara – Empat (4) anggota DPRD Sumatera Utara Dapil X Siantar-Simalungun, melakukan peninjauan lokasi lahan Perkebunan Teh Sidamanik, seluas 257 Hektar, yang direncanakan dikonversi dari tanaman teh menjadi sawit, Senin (18/7/2022).
Usai melakukan kunjungan dan peninjauan tersebut, dari Fraksi NasDem, Rony Reynaldo Situmorang, Fraksi Gerindra, Gusmiyadi, Fraksi PDI Perjuangan, Mangapul Purba beserta Fraksi Demokrat, Saut Bangkit Purba, berkomitmen akan tetap bersama masyarakat untuk menolak rencana konversi teh ke tanaman sawit.
Rony menyebutkan dari tinjauan tersebut pihaknya melihat lebih banyak mudaratnya (menyakiti) kalau ini dikonversi menjadi sawit. Karena sudah ada contoh di marjandi, saat dikonversi teh menjadi sawit, musibah banjir kerap terjadi di Panei Tongah, Marihat.
“Akibat tanaman sawit perkebunan, banjir tidak terbendung sampai jembatan Tanah Jawa hancur dan putus total. Jadi secara pribadi, saya menolak rencana aksi PTPN IV, mengubah teh menjadi sawit, dan saya minta agar Pemerintah Kabupaten Simalungun kosisten atas sikapnya dan tidak akan mendukung perubahan dan tidak akan mengeluarkan izin konversi teh menjadi sawit,” ujar Rony.
Sambungnya menjelaskan, bagaimana pun nantinya, pihak DPRD Sumut akan berjuang menolak dan membawa perihal konversi ini sampai ke Kementerian BUMN. Kemudian ia tegaskan, PTPN jangan menjadi Belanda di tanah Simalungun dan memecah masyarakat untuk menggelar pasar murah dengan menjual minyak goreng.
“Kalau mau jadi belanda, lebih baik keluar dari Simalungun. Jadi kami tegaskan sampai kapanpun kami akan perjuangkan aspirasi banyak orang yang terdampak akibat rencana konversi ini,” tuturnya.
Sementara Gusmiyadi mengakui bahwa pihaknya sudah menerima banyak aduan dari masyarakat atas penolakan konversi.
“Kami ingin pastikan bahwa DPRD SU akan selalu ada bersama masyarakat yang saat ini sedang melakukan perlawanan terhadap apa yang dilakukan PTPN IV. Karena itu, dalam waktu dekat kami akan mengagendakan dan panggil PTPN IV terkait aspirasi masyarakat yang telah disampaikan kepada kami,” tegasnya.
Kemudian, Mangapul menuturkan, selama dua hari bergerak sejalan dengan reses, pihaknya menemukan protes yang begitu deras. Bahkan fakta di lapangan bisa dilihat, selama ada ini kegiatan satu dusun di Nagori Bahal Gajah sudah terbelah dan terkena dampak konversi itu.
“Jadi artinya itu masih satu, dan analisis yang disampaikan pak Rony itu benar fakta yang tidak bisa dipungkiri. Sejauh menimbulkan manfaat secara menyeluruh kita tidak ada masalah. Sementara sampai saat ini, Panei Tongah sebagai contoh, infrastruktur Pemerintah Provinsi Sumatera Utara rusak parah karena debit air yang tidak terkendali dari perkebunan kelapa sawit Marjandi,” pungkasnya.
Bahkan ia memprediksi, dari peta yang pihaknya jalani dari Dinas Kehutanan dan pemetaan wilayah tata ruang, bahwa efek akibat konversi ini akan mucul satu tahun ke depan.
“Bukan hanya di sini bahkan efeknya sampai ke Tanah Jawa dari alur yang sudah kita pelajari bersama tim ahli. Karenanya, kami sependapat sebaiknya rencana ini dikaji ulang dan segala aktivitas diberhentikan dulu, kalau urusan bisnis itu urusan perusahan, kami tidak masuk ke situ, kalau untung mereka tidak bilang, jadi untung ruginya itu terserah mereka,” tandasnya.
Lanjut Mangapul, sisi lain temuan dari pihaknya ia ungkapkan, bahwa di lapangan ada spot-spot konsesi yang terabaikan, artinya tidak terurus, padahalkan itu urusan manegemen.
"Kalau soal UP UKL Ambdal dan sebagainya, saya tegas minta kepada Bupati Simalungun, supaya konsisten dengan pernyataan awal, tidak memberikan rekomendasi apapun. Kalau untuk ke Kementerian, mungkin besok kita sudah di Jakarta, kami akan berargumen dengan Menteri terkait. Jadi stop kegiatan ini untuk sementara," tegasnya.
Untuk diketahui, beberapa waktu sebelumnya, gelombang aksi unjuk rasa tolak konversi kebun teh menjadi tanaman sawit terus berlanjut. Sejumlah elemen dan berbagai kelompok organisasi beberapa kali melakukan unjuk rasa di Kebun Teh Unit Bahbutong, Kabupaten Simalungun. (Dsg/Aag)
Load more