Ketua Komisi I DPRD OKU Selatan Diduga Halangi Liputan Pers, Jurnalis Protes Keras
- Andi Salani
OKU Selatan, tvOnenews.com – Ketua Komisi I DPRD OKU Selatan, Doris Novaria, diduga menghalangi kebebasan pers dengan melarang awak media meliput audiensi tenaga honorer di gedung DPRD pada Senin (3/2/2025).
Insiden ini memicu protes dari para jurnalis yang menilai tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip transparansi dan kebebasan pers.
Audiensi ini dihadiri oleh tenaga honorer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer THK2 dan Non-ASN Database BKN/R2 dan R3. Mereka datang untuk menyampaikan aspirasi terkait kepastian status dan hak-hak mereka sebagai tenaga honorer kepada DPRD OKU Selatan.
Namun, ketika awak media hendak masuk untuk meliput jalannya pertemuan, Doris Novaria diduga menginstruksikan Satpol PP yang bertugas untuk melarang jurnalis melakukan peliputan. Beberapa wartawan yang hadir mengaku kecewa dengan larangan tersebut, mengingat pertemuan itu bersifat publik dan menyangkut kepentingan tenaga honorer di OKU Selatan.
"Kami hanya ingin meliput jalannya audiensi ini agar masyarakat tahu bagaimana perkembangan tuntutan tenaga honorer. Tapi justru dilarang tanpa alasan jelas," ujar salah satu jurnalis.
Keputusan Doris Novaria untuk melarang liputan langsung menuai kritik dari para jurnalis yang hadir. Beberapa dari mereka menilai bahwa tindakan tersebut mencerminkan kurangnya pemahaman pejabat publik terhadap peran media dalam demokrasi.
"Sangat disayangkan, seorang pejabat publik yang seharusnya memahami tugas wartawan justru bertindak sewenang-wenang. Ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak memahami hukum dan aturan terkait kebebasan pers," kata Ayik, wartawan PALTV yang berada di lokasi.
Menurutnya, media memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi yang transparan kepada publik, terutama dalam isu-isu yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah.
Tindakan larangan liputan ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (2) undang-undang tersebut dengan jelas menyatakan bahwa pers memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Sementara dalam Pasal 18, setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenai sanksi pidana dan denda.
"Pemerintah daerah dan DPRD seharusnya menjadi contoh dalam menjunjung tinggi kebebasan pers. Larangan seperti ini justru bisa menimbulkan kecurigaan bahwa ada hal yang ingin ditutup-tutupi dari publik," Tambahnya.
Load more